BAB
I
BERMAIN
VS BELAJAR
A.
Belajar Sambil Bermain
Belajar sambil bermain
merupakan kesempatan yang diperoleh anak dalam memilih kegiatan yang
disukainya, bereksperimen dengan bermacam bahan dan alat ataupun tidak,
berimajinasi, memecahkan masalah dan bercakap-cakap secara bebas, bekerja sama
dalam kelompok, dan memperoleh pengalaman yang menyenangkan.
Menurut Montessori,
sebagai mana dikutip oleh Anggani Sudono, ketika anak sedang bermain, anak akan
menyerap segala sesuatu yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Anak yang
bermain sebenarnya telah menyerap berbagai hal baru yang ada di sekitarnya.
Proses penyerapan inilah yang disebut Montessori sebagai proses belajar.
Pemilihan permainan yang selaras dengan perkembangan
anak akan mengembangkan aspek kecerdasan tertentu, sehingga kesannya bermain
untuk belajar dan bukan bermain untuk mainan itu sendiri. Tekanan pada belajar
sambil bermain adalah lebih mengutamakan belajar daripada permainan. Bermain
hanya sebatas sarana, bukan sebagai tujuan.
Hal yang terpenting adalah belajar untuk menguasai hal-hal yang baru,
bukan belajar bermain mainan baru.
B. Bermain
Sambil Belajar
Bermain sambil belajar membawa harapan dan
antisipasi tentang dunia yang memberikan kegembiraan, dan memungkinkan anak
berkhayal seperti sesuatu atau seseorang, suatu dunia yang dipersiapkan untuk
berpetualang dan mengadakan telaah; suatu dunia anak-anak (Gordone &
Browne, 1985:265). Bermain merupakan cermin perkembangan anak Melalui bermain
anak belajar mengendalikan diri sendiri, memahami kehidupan, dan memahami
dunianya.
Banyak jenis-jenis permainan yang dapat menstimulasi
minat belajar anak. Seperti permainan yang khusus mengembangkan keterampilan
motorik kasar dan halus, bahasa anak, sosial emosional anak, dan lain
sebagainya. Melalui bermain anak akan dapat memuaskan tuntutan dan kebutuhan
perkembangan dimensi motorik, kognitif, kreativitas, bahasa, sosial, nilai dan
sikap hidup. Jika anak mampu memainkan jenis mainan tertentu secara sempurna,
maka anak tersebut bisa dikatakan berhasil dalam bermain sambil belajar.
C. Bermain
untuk Bermain dan Belajar untuk Belajar
Satu-satunya cara agar suasana belajar menjadi
menyenangkan dan menantang adalah menggabungkan diantara keduanya, yakni
belajar sambil bermain dan bermain sambil belajar. Dengan pola belajar
sebagaimana bermain dan pola bermain sebagaimana belajar anak merasa enjoy. Alasannya, tanpa sengaja anak
belajar dalam permainan dan bermain dalam belajar. Antara belajar dan bermain
sama-sama menyenangkan sekaligus menantang.
Kondisi pembelajaran yang mnyenangkan sekaligus
menantang inilah yang mempunyai potensi besar membentuk karakter anak menjadi
seorang pembelajar sejati. Hasil belajar anak meningkat tajam karena semakin
banyak permainan yang dilakukannya semakin menambah tingkat kecerdasannya. Inilah karakter seorang pembelajar sejati.
Semakin tinggi tingkat kesulitannya, semakin tertantang; semakin rumit tingkat
ketelitiannya, semakin membuat meninggikan rasa ingin tahu; semakin luas
wilayah kajiannya, semakin menggembirakan untuk dijelajahinya. Inilah kekuatan
besar dari gabungan antara belajar dan permainan.
BAB II
SUMBER BELAJAR dan ALAT PERMAINAN
EDUKATIF (APE)
A. Sumber
Belajaran
Menurut Sudono, yang dimaksud dengan sumber belajar
adalah bahan (termasuk jenis permainan), untuk memberikan informasi maupun berbagai
keterampilan peserta didik maupun guru (Sudono, 2000).
Sumber-sumber
belajar meliputi:
1. Aula
atau Ruang Tertutup.
Ruang khusus atau lingkungan yang kondusif
disediakan agar anak mendapat ruang yang
dapat digunakan bebas berkreasi. Aula atau ruang kosong dalam sebuah rumah
menjadi salah satu alternatif area kebebasan kretivitas anak. Hal yang perlu
diperhatikan pada ruang tertutup adalah penataan atau pengelolaannya. di ruang
ini, anak bebas melakukan apa saja tanpa hambatan dan batasan. Tetapi, orang
tua atau orang yang lebih dewasa tetap
masih dibutuhkan untuk memantau keamanan anak. Sebab, anak-anak tidak mampu
mengendalikan kreativitasnya sendiri ketika melakukan hal-hal yang berbahaya.
Orang tua perlu melengkapi isi ruangan dengan berbagai macam alat permainan
edukatif yang menarik perhatian anak.
Berikut ini adalah beberapa jenis alat permainan
yang perlu disediakan di dalam ruang atau aula tempat bermain anak,antara lain:
·
Balok
dengan berbagai ukuran yang terbuat dari gabus atau kain
·
Balok susun dengan ukuran beraturan,
dari yang kecil sampai yang besar
·
Mozaik dan papan pasak
·
Benda-benda berbentuk geometri
·
Papan
berwarna-warni dengan beraneka ragam bentuk
·
Menara susun beraneka ragam bentuk:
menara gelang, kubus. segitiga, segi enam,silinder dan lain sebagainya
·
Berbagai gambar bertema yang lengkap,
seperti: tema binatang yang memuat gambar sapi, kuda, kucing, kambing, dan
lain-lain; gambar bertema bangunan, seperti: rumah, gedung, masjid, kantor pos,
dan lain-lain; gambarbertemakan transportasi, seperti: kereta api, pesawat
terbang, bus, mobil, dan lain-lain.
·
Balok berbentuk huruf dan bilangan.
Dengan tersedianya ruang secara khusus atau aula
untuk kebebasan kreativitas anak, orang tua dapat menghindarkan diri dari sikap
melarang kebebasan anaknya. Perabot serta barang-barang akesori rumah tangga
tetap terjaga keteraturannya, karena kreativitas anak telah tersalurkan di aula
yang telah disediakan.
2. Lapangan
atau Ruang Terbuka
Alam tebuka dalam artian yang lebih luas (sawah, kebun,
peternakan, dll) bisa dimanfaatkan sebagai area bermain anak. Anak-anak bisa
melihat secara langsung, menyentuh secara nyata (jika memungkinkan), mendengar
suara asli dari binatang yang ada di peternakan, dan mencium aroma berbagai
binatang atau buah-buahan yang ada di kebun. Hal ini mampu meningkatkan fungsi
panca indra anak secara maksimal. Jika sepulangnya dari lapangan anak-anak
diberi kesempatan untuk menceritakan ulang kepada orang tua atau temannya
perihal apa saja uang baru dilihatnya. Pengembangan seperti ini secara tidak
langsung akan mengembangkan kemampuan berbahasa anak. Inilah salah satu
kelebihan sumber belajar di ruang terbuka. Di samping mengembangkan fungsi
panca indra, juga meningkatkan kemampuan berbahasa.
Beberapa
alat permainan edukatif yang selayaknya tersedia di ruang terbuka adalah
sebagai berikut:
o
Kursi jungkit menyerupai kuda-kudaan
o
Kolam renang dengan kedalaman 60-80 cm
o
Papan luncur di sebelah kolam renang
yang bentuknya menyerupai gajah
o
Ban mobil bekas yang telah dicat untuk
digelindingkan
o
Titian berbentuk binatang yang beragam
o
Papan jungkit dari kayu
o
Ayunan kursi dan ayunan gantung
o
Bola dunia untuk bermain memanjat
o
Anyaman tali besar (tambar) untuk
memanjat
o
Terowongan buatan atau
gorong-gorong,dll.
Walaupun ruangan terbuka sebagai sumber belajar telah
dilengkapi dengan berbagai permainan yang telah disebutkan, tetapi tetap saja
tidak akan mampu mewakili alam terbuka secara luas.
Marjorie J. Kostelnik dari Michigan State University
memperkenalkan cara baru untuk anak-anak TK di perkotaan supaya dapat
memanfaatkan alam terbuka sebagai sumber belajar. Cara baru tersebut adalah
karya wisata yang menyediakan area bermain untuk anak-anak. Dengan kegiatan
karya wisata ini, anak-anak dapat mengenal alam secara lebih dekat. Bagi
anak-anak, karya wisata bukan kegiatan hiburan untuk bersenang-senang semata,
tetapi mengandung nilai edukatif yang sangat tinggi.
Guru dan orang tua harus bisa menjamin dan
memastikan suatu area, baik lapangan maupun alam terbuka bebas dari tumbuhan liar,
binatang berbisa, dan benda-benda tajam lainnya. Sehingga, anak dapat bermain
dengan bebas dan sesuka hatinya, tanpa ada rasa takut terhadap benda-benda di
alam terbuka tersebut. Walaupun demikian, pendampingan guru dan orang tua tetap
diperlukan, mengingat kreativitas anak di alam terbuka sangat sulit
dikendalikan. Sudono memberikan rekomendasi bahwa perbandingan antara guru dan
jumlah anak ketika karya wisata adalah satu banding lima (1:5). Artinya, setiap
satu guru, maksimal menadampingi lima anak.
3. Perpustakaan
Buku-buku yang ada di TK adalah buku anak yang full
colour, warnanya cerah, banyak gambar dan sedikit tulisan. Sehingga, anak-anak
senang ketika melihat gambar dalam buku tersebut. Denga modal ketertarikan
terhadap gambar inilah guru dapat menstimulasi atau menumbuhkan minat baca pada
anak.
Terbatasnya buku-buku di perpustakaan sekolah TK
justru bisa menjadi motivasi tersendiri untuk mengadakan perpustakaan pribadi
di rumah atau keluarga. Jika pengadaan perpustakaan di rumah teras berat, langkah
satu-satunya yang bisa ditempuh adalah mengganti uang saku anak dengan bekal
makan dari rumah. sehingga, uang yang seharusnya digunakan jajan bisa dialihkan
untuk membeli buku. Hal yang perlu diperhatikan dalam pembelian buku anak ini
adalah warnanya menarik, banyak gambar-gambar yang indah, kertasnya halus dan tebal (supaya tidak mudah robek), dan
sedikit tulisan hurufnya.
4. Narasumber
Narasumber atau lebih
dikenal sebagai ahli di bidang tertentu menjadi sumber belajar tersendiri bagi
anak, guru, maupun orang tua. Beberapa narasumber tersebut adalah para psikolog
anak, dokter spesialis anak, ahli cerita (dongeng), ahli bermain, dan para
professor di bidang PAUD.
Guru-guru TK masih
jarang yang mempunyai kompetensi atau keahlian seperti itu. Jika di
sekolah-sekolah TK hendak mengadakan kegiatan yang berkaitan dengan ke-TK-an,
mereka biasanya mengundang narasumber dari luar. Apabila terlalu memberatkan,
ada jalan lain yang bisa ditempuh. Misalnya, di daerah tertentu didirikan
organisasi guru TK. Sebut saja
organisasi tersebut PGTK. Organisasi ini bisa menyelenggarakan kegiatan dengan
menghadirkan narasumber yang mempunyai keahlian di bidang anak-anak.
5. Media
Cetak
Sumber belajar yang tidak kalah pentingnya adalah
berbagai media, seperti media cetak, media elektronik, dan media massa.
Anak-anak perlu diperkenalkan dengan berbagai media tersebut sejak diniagar
dapat mengantisipasi penyakit zaman yang disebut gaptek atau gagap teknologi. Tetapi, sumber belajar jenis media
banyak mengandung dampak negatif yang memerlukan antisipasi tingkat tinggi.
Contohnya, televisi dan komputer yang termasuk playstation.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang
“kecanduan” bermain PS atau duduk manis di depan televise membahayakan jiwa
sosial dan emosional anak. Anak menjadi pasif dan individualistic karena
disebabkan oleh kedua jenis media tersebut cukup menyenangkan anak ketika
bermain tanpa melibatkan teman-temannya. Bahkan, permainan tersebut mampu
membuat senang anak tanpa harus bergerak atau bereaksi sedikit pun
(Britton,1992).
B. Alat
Permainan Edukatif (APE) sebagai Sumber Belajar
Alat permainan edukatif (APE) adalah segala bentuk
permainan yang dapat memberikan pengetahuan dan kemampuan anak dan dapat
mengembangkan aspek tertentu pada anak. Permainan jenis ini dapat diciptakan
dengan membuat alat permainan yang memilki sifat-sifat seperti bongkar pasang,
pengelompokkan, memadukan, membentuk, mengetok, menyusun, dan lain sebagainya
(Sudono, 2000).
Ketiga basis permainan tersebut yaitu:
1. Alat
Permainan Edukatif (APE) Berbasis Media
Pada tahun 1972, Dewan Nasional
Indonesia kesejahteraan sosial telah memperkenalkan istilah APE. APE ini
merupakan pengembangan proyek pembuatan buku keluarga dan balita yang dikelola
oleh Kantor Menteri Urusan Peranan Wanita. Karena keberhasilan proyek tersebut,
APE digunakan di seluruh wilayah Indonesia melalui program-program BKKBN dan
ibu-ibu PKK (Sudono, 2000). Adapun beberapa APE yang dihasilkan antara lain:
§ Boneka
dari kain, balok bangunan polos, balok ukur polos
§ Menara
gelang segitiga, bujur sangkar, lingkaran dan segi enam
§ Tangga
kubus dan tangga silinder
§ Krincingan
bayi, gantungan bayi, beberapa puzzle,
§ Kotak
gambar pola, papan pasak 25, dan papan pasak 100.
Seiring berkembang pesatnya kebutuhan dan
perkembangan zaman, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan sub Direktorat
Pendidikan TK (taman kanak-kanak) juga mempunyai seperangkat alat permainan
edukatif sebagai berikut:
Balok bangunan PDK, papan pengenalan
nama
Papan pengenalan kubus, beberapa puzzle
Latto yang sama, sejenis dan padanan
Boneka keluarga, papan nuansa warna,
pohon hitung dan masih banyak lagi.
2. Alat
Permainan Edukatif (APE) Montessori
Ketertarikan Montessori
pada pendidikan anak berfokus pada keterbelakangan mentalnya. Ia terkesan oleh
sebuah program yang menginstitusionalisasikan anak-anak terbelakang menjadi
lapar akan pengalaman. Montessori merasa bahwa mereka bisa dididik layaknya
anak-anak normal jika kita dapat menemukan metode yang benar (William Crain,
2007).
Montessori melakukan
pengujian ide-ide baru dan perbaikan-perbaikan metode mengajarnya. Ujung dari
perjalanan panjang penelitiannya, Montessori menemukan Sembilan (9) masa peka
anak yang masing-masing masa peka itu memerlukan metode dan alat permainan
edukatif tersendiri. Kesembilan (9) masa peka yang dikemukakan oleh Sudono
yaitu:
No
|
Usia anak
|
Masa Peka
|
1
|
0-3
tahun
|
Masa
penyerapan total: perkenalan dan pengalaman panca indera sensorik
|
2
|
1,5-3
tahun
|
Perkembangan
bahasa
|
3
|
1,5-4
tahun
|
Perkembangan
dan koordinasi antara mata dan otot-ototnya, perhatian anak ke benda-benda
kecil
|
4
|
2-4
tahun
|
Perkembangan
dan penyempurnaan gerakan-gerakan perhatian anak pada hal-hal yang nyata
|
5
|
2,5-6
tahun
|
Penyempurnaan
penggunaan panca indera
|
6
|
3-6
tahun
|
Peka
terhadap pengaruh orang dewasa
|
7
|
3,5-4,5
tahun
|
Mulai
mencoret-coret
|
8
|
4-4,5
tahun
|
Indera
peraba mulai berkembang
|
9
|
4,5-5,5
tahun
|
Mulai
tumbuh minat baca
|
Montessori menggunakan
tiga prinsip utama untuk memberikan APE pada anak, yaitu:
Ø Pendidikan
usia dini (early childhood)
Prinsip ini menekankan pada perhatian secara penuh terhadap
kebiasaan dan pengetahuan dasar yang dibutuhkan anak sesuai dengan tingkat
perkembangannya. Bahkan, cara pembelajaran dan cara bermainnya juga disesuaikan
dengan cara belajar anak yang khas, bukan ditentukan oleh guru dan orang tua.
Montessori menemukan bahwa anak-anak mampu belajar dan bermain sendiri yang
unik dan khas serta bersifat refleks, spontan dan tanpa tekanan.
7
Ø Lingkungan
pembelajaran (the learn environment)
Prinsip
ini menekankan pada kesesuaian antara bermain dan belajar dengan lingkungan.
Caranya Montessori mengajak anak-anak membantu pekerjaan orang tua yang
ringan-ringan, seperti mencuci baju, mainan, perabotan atau sekedar memandikan
boneka.
Ø Peran
guru (the role of the teacher)
Prinsip
ini menekankan pada peranan guru dalam pembelajaran dan permainan anak.
Montessori menegaskan bahwa tugas orang tua dan guru hanya sebatas fasilitator.
Artinya, guru harus melayani kebutuhan anak. Disamping itu, tugas guru dan
orang tua adalah mengemas berbagai permainan dan pembelajaran sehingga menyenangkan
bagi anak. Atas dasar rasa senang inilah rasa ingin tahu anak akan terus
berkembang, sehingga ada komunikasi yang intensif antara anak, dan guru serta
orang tua.
3. Alat
Permainan Edukatif (APE) Peabody
Dalam perangkat APE
Peabody tersebut terdapat banyak benda mainan, seperti boneka dua tangan
yang berfungsi sebagai mediator, yaitu
P.Moone dan Zoey, satu tongkat ajaib,
satu kantong pintar, Papan magnet, seperangkat bentuk yang terbuat dari logam
atau piringan hitam yang berisi lagu maupun cerita, dan berbagai gambar untuk
meningkatkan kosakata serta konsep lainnya.
Berbagai alat permainan
edukatif tersebut deprogram, sehingga
dapat memberikan pengetahuan dasar yang mengacu pada pengembangan bahasa secara
intensif, yaitu pengenalan bentuk, warna serta berbagai kosakata yang sederhana
dan mudah dipahami anak.
4. Alat
Permainan Edukatif (APE) Berbasis Kegiatan
Alat permainan edukatif
(APE) berbasis kegiatan adalah permainan yang tanpa mengandalkan alat atau
tidak memerlukan seperangkat alat dan bahan berbentuk materi. Alat permainan
edukatif yang berbasiskan pada kegiatan
lebih menekankan pada perkembangan motorik kasar.
Berikut ini adalah beberapa contoh jenis permainan
edukatif berbasis kegiatan:
-
Bermain
Petak Umpet, adalah permainan yang dilakukan oleh dua anak atau lebih,
dimana kegiatan intinya adalah sembunyi dan mencari. Permainan ini bermanfaat
untuk mengembangkan kecerdasan visual-spasial, terutama melatih kemampuan untuk
melihat objek dengan tingkat kedetailan tertentu. Permainan ini juga dapat
melatih gerak ketangkasan anak dengan cara mencari tempat persembunyian.
-
Bermain Memimpin Bergilir, adalah
permainan yang dilakukan beberapa anak, dimana ada sebagian anak yang dipimpin
dan ada seorang yang memimpin jalannya permainan. Tetapi, semua anak akan
mengalami dipimpin dan memimpin. Permainan ini dapat menumbuhkan sifat kreatif,
loyal, disiplin, dan sabar dalam diri anak. Permainan ini juga akan menumbuhkan
sikap teratur dan menghargai orang yang berhak dihormati.
-
Bermain Nama, adalah memberi “makna”
atau gelar sebagai julukan kepada anak-anak. Makna dari nama atau gelar dan
julukan ini harus diambil dari kata-kata positif yang mencerminkan kelebihan
anak tersebut. Permainan ini bermanfaat untuk menumbuhkan rasa percaya diri pada
anak. Apa pun kelebihan dan kekurangan anak anda, ia bisa tampil dihadapan
teman-temannya dengan penuh rasa percaya diri, berani, dan piawai dalam
membawakan diri dalam bergaul.
-
Bermain Tepuk, adalah kegiatan
memukulkan secara teratur kedua telapak tangan sehingga menghasilkan bunyi yang
teratur. Jika tepuk tangan ini diatur sedemikian rupa, maka bunyi yang
dihasilkannya akan membentuk irama tertentu.
Permainan tepuk tangan
mempunyai banyak fungsi, seperti meningkatkan kecerdasan musikal, mengembangkan
gerak motorik halus, dan jika permainan tepuk dilakukan secara kelompok, maka
permainan ini juga mampu meningkatkan kecerdasan sosial-emosional dan
kecerdasan interpersonal.
5. Alat
Permainan Edukatif (APE) Berbasis Komputer
Alat permainan edukatif
berbasis komputer merupakan sumber belajar ber- teknologi tinggi bagi anak.
Pelajaran penting yang bisa didapat anak adalah ketangkasan dan keterpaduan
reflektif antara mata dan tangan. Alat permainan edukatif berbasis komputer
menuntut anak bereaksi dengan sangat cepat melalui koordinasi mata dan tangan
sehingga menghasilkan reaksi berupa menekan tombol. Tetapi, ketangkasan yang
diperoleh dari permainan berbasis komputer terkesan “tidak rasional”. Berbagai
penelitian membuktikan bahwa anak-anak yang banyak menghabiskan waktu
bermainnya dengan komputer maka ketika dewasa justru menjadi anak yang pasif
dan individualis.
Dengan mempertimbangkan
dampak positif (ketangkasan) dan dampak negatif (individualis dan pemalas) yang
ditawarkan alat permainan berbasis komputer ini, orang tua dan guru hendaknya
dapat memilih dan memilah jenis-jenis program bermain yang meminimalisasi
dampak negatif anak dan mengoptimalkan pelajaran yang terkandung di dalamnya.
C. Materi
Belajar dalam Setiap Jenis Permainan
Guru
dan orang tua harus pandai-pandai memilih jenis-jenis permainan tertentu yang
benar-benar mampu mengembangkan kecerdasan anak. Gardner menemukan Sembilan
jenis kecerdasan yang meliputi:
1. Kecerdasan
bahasa atau verbal-linguistik, berkaitan
erat dengan kata-kata, baik lisan maupun tertulis beserta dengan
aturan-aturannya. Seorang anak yang cerdas mempunyai kemampuan untuk menyusun
pikiran dengan jelas dan menggunakan kemampuan ini secara kompeten melalui
kata-kata untuk mengungkapkan ide dan pikiran dalam berbicara, membaca dan
menulis.
Guru
perlu menyediakan peralatan membuat tulisan, menyediakan tape recorder,
menyediakan mesin ketik, atau keyboard untuk belajar mengidentifikasi huruf
dalam kata-kata. Selain itu, berikan dongeng pada mereka dan lakukan tanya
jawab. Sesekali membawa anak-anak ke toko buku atau perpustakaan merupakan
langkah yang tepat.
Menurut
Gardner (dalam Amstrong, 1996), kecerdasan linguistic “meledak” pada awal masa
kanak-kanak dan tetap bertahan hingga usia lanjut. Kaitannya dengan sistem
neurologis, kecerdasan ini terletak pada otak bagian kiri dan lobus bagian
depan. Kecerdasan linguistic dilambangkan dengan kata-kata, baik lambang primer
(kata-kata lisan) maupun sekunder (tulisan).
2. Kecerdasan
mathematic-logis, adalah kemampuan
untuk menangani bilangan dan perhitungan, mengolah angka, pola dan pemikiran
logis-ilmiah atau kemahiran menggunakan logika. Anak-anak yang mempunyai
kelebihan dalam kecerdasan logika-matematika tertarik memanipulasi lingkungan
serta cenderung suka menerapkan strategi coba-ralat. Mereka suka menduga-duga
sesuatu.
Anak-anak
yang cerdas dalam logika-matematika menyukai kegiatan bermain yang berkaitan
dengan berpikir logis, seperti dam-daman, mencari jejak (maze), menghitung
benda-benda, timbang menimbang, dan permainan strategi. Anak-anak yang cerdas
dalam logika-matematika, cenderung mudah menerima dan memahami penjelasan
sebab-akibat. Mereka juga suka menyusun sesuatu dalam kategori atau hierarki
seperti urutan besar ke kecil, panjang ke pendek, dan mengklasifikasi
benda-benda yang memiliki sifat sama.
Guru
dapat menstimulasi kecerdasn logika-matematika anak dengan memberikan
materi-materi konkret yang dapat dijadikan bahan percobaan, seperti permainan
mencampur warna, permainan aduk garam- aduk pasir. Kecerdasan logika-matematika
juga dapat ditumbuhkan melalui interaksi positif yang mampu memuaskan rasa ingin
tahu anak.
Menurut
Gardner, kecerdasa logika-matematika bersemayam di otak depan sebelah kiri dan
parietal kanak. Kecerdasan ini dilambangkan dengan angka-angka dan lambang
matematika lain. Kecerdasan ini memuncak pada masa remaja dan masa awal dewasa.
Beberapa kemampuan matematika tingkat tinggi akan menurun setelah usia 40
tahun.
3. Kecerdasan
visual-spasial, adalah kemampuan
untuk melihat secara detail, dan bisa menggunakan kemampuan ini untuk melihat
segala objek yang diamati. Kecerdasan ini bisa merekam apa yang dilihat dan
mampu dilukiskannya kembali melalui kemampuan menangkap warna, arah, dan ruang
secara akurat.
Menurut
Amstrong 1996, Anak yang cerdas dalam visual-spasial memiliki kepekaan terhadap
warna, garis-garis, bentuk-bentuk, ruang, dan bangunan. Mereka memiliki
kemampuan membayangkan sesuatu, melahirkan ide secara visual dan spasial (dalam
bentuk gambar atau bentuk yang terlihat mata). Mereka memiliki kemampuan
mengenali identitas objek ketika objek tersebut ada dari sudut pandang yang
berbeda. Mereka juga mampu memperkirakan jarak dan keberadaan dirinya dengan
sebuah objek ( Indra Supit, dkk, 2003).
Guru
dapat merangsang kecerdasan visual-spasial dengan melalui berbagai program
seperti melukis, membentuk sesuatu dengan plastisin, mengecap, dan menyusun
potongan gambar. Guru perlu menyediakan berbagai fasilitas yang memungkinkan
anak mengembangkan daya imajinasi mereka, seperti alat-alat permainan
konstruktif (puzzle), alat-alat dekoratif dan berbagai buku bergambar.
Menurut
Howard Gardner (1993), kecerdasan visual spasial mempunyai lokasi di otak
bagian belakang hemisfer kanan. Kecerdasan ini berkaitan erat dengan kemampuan
imajinasi anak. Pola pikir tipologis (bersifat mengurai bagian-bagian dari
suatu objek) pada awal masa kanak-kanak memungkinkan mereka menguasai
kerangka pikir Euclidean pada usia 9-10 tahun. Kepekaan artistic pada kecerdasan
ini tetap bertahan hingga seseorang itu berusia tua.
4. Kecerdasan
musical, adalah kemampuan untuk
menyimpan nada atau irama musik dalam pikiran seseorang. Orang yang mempunyai
kecerdasan ini sering kali lebih mudah mengingat sesuatu jika diiringi dengan
irama musik melalui kemampuan menangkap bunyi-bunyi, membedakan, menggubah dan
mengekspresikan diri melalui bunyi-bunyi atau suara-suara bernada dan berirama.
Kecerdasan
ini meliputi kepekaan pada irama, melodi, dan warna suara. Anak-anak yang
cerdas dalam musikal cenderung cepat menghapal lagu-lagu dan bersemangat ketika
diperkenalkan dengan lagu. Jika disuguhkan musik, anak dengan kecerdasan ini
terlihat menikmati, bahkan menggerak-gerakkan tubuhnya sesuai dengan irama
musik tersebut. Mereka cenderung senang bermain alat musik atau bahkan bermusik
dengan benda-benda tak terpakai.
Guru
perlu memfasilitasi anak agar dapat berekspresi secara musikal melalui salam
berirama, deklamasi,menyanyi bersama, tepuk bernada dan bila mungkin orchestra
kaleng bekas.
Menurut
Campbell 1996, musik memberikan efek yang meredakan setelah melakukan aktivitas
fisik, membangkitkan kembali energi yang terkuras, dan mengurangi stres yang
biasanya menyertai anak-anak setelah melakukam tugas-tugas akademik yang berat.
Kehadiran musik di dalam metode sugestopedia merupakan contoh diintegrasikannya
musik dalam proses pembelajaran.Musik dimanfaatkan dalam metode tersebut
sebagai relaksasi sekaligus pembangkit memori siswa. Sesuai dengan hasil
penelitian bahwa vibrasi pada musik klasik mampu merangsang sel-sel otak
sehingga sel-sel tersebut bekerja lebih aktif (Monty alam Indra Supit, 2003).
Menurut
Gardner 1993, kecerdasan musikal merupakan kecerdasan yang tumbuh paling awal
dan muncul secara tidak terduga dibandingkan dengan bidang lain pada
intelegensi manusia. Kecerdasan musikal mampu bertahan hingga usia tua.
kecerdasan musikal mempunyai lokais di otak bagian kanan.
5. Kecerdasan
kinesthetic, adalah kemampuan untuk
menggunakan anggota tubuhnya untuk segala kebutuhan atau kepentingan hidup.
Dengan kecerdasan ini, seseorang bisa mewujudkan apa yang dipikirkan dengan
gerak fisik melalui kemampuan menggunakan gerakan gerak seluruh tubuh untuk
mengekspresikan ide dan perasannya serta keterampilan mempergunakan tangan
untuk mencipta atau mengubah sesuatu. Stimulasi kecerdasan kinestetik terjadi
pada saat bermain. Pada saat bermain itulah anak berusaha melatih koordinasi
otot dan gerak. Stimulasi kinestetik terjadi dalam wilayah-wilayah berikut:
-
koordinasi mata-tangan dan mata-kaki,
seperti menggambar, menulis, melempar, menendang, dan menangkap
-
keterampilan lokomotor, seperti berjalan,
berlari, melompat, berbaris, meloncat, merayap, berguling dan merangkak
-
keterampilan non lokomotor, seperti
membungkuk, menjangkau, memutar tubuh, merentang, mengayun, berjongkok, duduk
dan berdiri
-
kemampuan mengontrol dan mengatur tubuh
seperti menunjukkan kesadaran tubuh, kesadaran ruang, keseimbangan, dan
mengubah arah.
Anak
yang cerdas dalam gerak kinestetik terlihat menonjol dalam kemampuan fisik
(terlihat lebih kuat, lebih lincah) dan memiliki koordinasi tubuh yang baik
dari anak-anak seusianya. Gerakan-gerakan mereka terlihat seimbang, luwes dan
cekatan daripada anak-anak seusianya.
Guru
dapat memfasilitasi anak-anak yang memiliki kecerdasan ini dengan member
kesempatan pada mereka untuk bergerak. Pembelajaran dirancang sedemikian rupa
sehingga anak-anak leluasa bergerak dan memiliki peluang untuk
mengaktualisasikan dirinya secara bebas. Pembeljaran dapat dilakukan di luar
ruangan seperti meniti titian, berjalan satu kaki, senam irama, merayap dan
lari jarak pendek. Permainan yang bermuatan akademis sangat membantu aak-anak
menyalurkan kebutuhan mereka untuk bergerak.
Menurut
Gardner, kecerdasan gerak kinestetik mempunyai lokasi di otak serebelum (otak
kecil), basal ganglia (otak keseimbangan), dan motor korteks. Kecerdasan ini
memiliki wujud relatif bervariasi , bergantung pada komponen-komponen kekuatan
atau fleksibilitas serta doimain seperti tari dan olahraga.
6. Kecerdasan
interpersonal, adalah kemampuan untuk
berhubungan dengan orang-orang di sekitarnya, bisa merasakan secara emosional,
memperkirakan secara temperamen suasana hati, dan maksud serta kehendak orang
lain. Menurut Gardner Kecerdasan interpersonal dibangun antara lain oleh
kemampuan inti untuk mengenali perbedaan, khususnya perbedaan besar dalam
suasana hati, motivasi, dan intensi atau
maksud (Gardner, 1993).
Kecerdasan
interpersonal dapat diasah melalui bermain. Selama bermain itu, anak-anak
berinteraksi dengan teman sebaya dan guru mereka. Pengasahan itu terjadi karena
anak:
- mempraktikkan keterampilan berkomunikasi baik verbal maupun
non verbal dengan cara menegosiasikan peran, mencoba memperoleh keuntungan saat
bermain atau mengapresiasi perasaan teman lain
- merespon
perasaan teman sepermainan disamping menunggu giliran dan berbagi materi serta
pengalaman
- bereksperimen
dengan peran-peran di rumah, sekolah dan komunitas dengan menjalin kontak
dengan kebutuhan dan kehendak orang lain.
- mencoba
melihat sudut pandang orang lain. Begitu anak bersentuhan dengan konflik
tentang ruang, waktu, materi, dan aturan, mereka membangun strategi resolusi
konflik secara positif (Isenberg dan Jalongo,1993).
Riset
mengenai otak menunjukkan bahwa otak bagian depan memegang peran yang sangat
penting dalam pengetahuan interpersonal. Kerusakan pada bagian ini dapat
menyebabkan perubahan kepribadian yang besar (Gardner,1993).
Kecerdasan
interpersonal ini bersemayam, terutama pada hemisfer kanan dan sisitem limbik.
Kecerdasan ini dipengaruhi oleh kualitas kedekatan atau ikatan kasih sayang
selama masa kritis tiga tahun pertama (Amstrong,1996). Oleh karena itu, anak
yang dipisahkan dari ibunya pada masa pertumbuhan awal, mungkin akan mengalami
permasalahan yang serius. Selain itu, kecerdasan interpersonal juga dipengaruhi
oleh interaksi sosial manusia (Gardner,1993).
7. Kecerdasan
intrapersonal, adalah kemampuan untuk
mengenali dan memahami diri sendiri serta berani bertanggung jawab atas
perbuatannya sendiri. Kecerdasan intrapersonal berkaitan dengan aspek internal
dalam diri seseorang seperti, perasaan hidup, rentang emosi, kemampuan untuk
membedakan emosi-emosi, menandainya dan menggunakannyauntuk memahami dan
membimbinh tingkah laku sendiri (Gardner,1993).
Anak-anak
dengan kecerdasan intrapersonal yang baik terlihat lebih mandiri, memiliki
kemauan yang keras, penuh percaya diri, memiliki tujuan-tujuan
tertentu(Schmidt, 2002). Mereka tidak mengalami masalah ketika dibiarkan
“bekerja sendiri karena mereka cenderung memiliki gaya “belajar” tersendiri.
Mereka juga suka menyendiri dan merenung (Armstrong, 2002). Dorongan tumbuhnya
kecerdasan intrapersonal harus disertai dengan sikap positif para guru dalam
menilai setiap perbedaan individu. Pujian yang tulus, sikap tidak mencela,
dukungan yang positif, menghargai pilihan anak, serta kemauan mendengarkan
cerita dan ide-ide anak merupakan stimulasiyang sesuai untuk menumbuhkan kecerdasan
intrapersonal ini.
Kecerdasan
intrapersonal mempunyai tempat di otak bagian depan. Kerusakan otak bagian ini
kemungkinan akan menyebabkan orang mudah tersinggung atau euphoria. Sementara
kerusakan di bagian yang lebih atas, kemungkinan besar akan menyebabkan sikap
acuh tak acuh (cuek), enggan-lesu, lamban dan apati (semacam depresi).
8. Kecerdasan naturalist, adalah kemampuan mengenali
lingkungan dan mem- perlakukannya
secara proporsional melalui kemahiran dalam mengenali dan mengklasifikasikan
flora dan fauna dalam lingkungannya. Kecerdasan ini juga berkaitan dengan
kecintaan seseorang pada benda-benda alam, binatang, dan tumbuhan. Kecerdasan
naturalis juga ditandai dengan kepekaan terhadap bentuk-bentuk alam, seperti
daun-daunan, awan, batu-batuan.
Kecerdasan
naturalis dapat ditumbuhkan melalui berbagai cara:
- guru
dapat mengajak anak-anak menikmati dan mengamati alam terbuka, pembelajaran
dapat dilakukan di luar kelas.
- guru
dapat menyediakan materi-materi yang tepat untuk naturalis, seperti membiasakan
menyiram tanaman di halaman TK setiap pagi, menanam biji-bijian dalam media
yang mudah dibawa dan mengamati pertumbuhannya.
- Guru
dapat menciptakan permainan dan program pembelajaran yang berkaitan dengan
unsur-unsur alam, seperti membandingkan berbagai bentuk daun dan bunga,
mengamati perbedaan tekstur pasir, tanah, dan kerikil, mengoleksi biji-bijian,
dan menirukan karakteristik binatang tertentu.
- guru
dapat menyediakan buku-buku dan VCD yang memuat seluk-beluk hewan, alam, dan
tumbuhan dengan gambar-gambar yang bagus dan menarik.
Dalam
kadar kecil, kecerdasan naturalis dapat diwujudkan dalam kegiatan investigasi,
eksperimen, menemukan elemen, fenomena alam, pola cuaca, kondisi yang mengubah
karakteristik sebuah benda sepert es mencair ketika terkena panas matahari
(Hutinger, 2003).Kecerdasan naturalis berada di wilayah-wilayah parietal kiri.
Kecerdasan ini muncul secara dramatis pada sebagian anak. Kecerdasan ini,
menurut Leslie Owen Wilson dalam tulisannya The
Eight Intelligence: Naturalistic Intelligence
(2000 dalam Indra Supit, dkk, 2003) berkaitan dengan wilayah otak yang peka
terhadap pengenalan bentuk atau pola, membuat hubungan yang sangat tidak
kentara. Bukan hanya itu, kecerdasan naturalis juga berkaitan dengan wilayah
otak yang peka terhadap sensori persepsi
dan bagian otak yang berkaitan dengan membedakan dan mengklasifikasikan
sesuatu, yaitu otak bagian kiri.
9. Kecerdasan
eksistensial, adalah kemampuan untuk
merasakan dan menghayati berbagai pengalaman spirit atas ajaran atau pemahaman
sebuah keyakinan kepada Tuhan melalui kemampuan seseorang untuk menempatkan
diri dalam lingkup kosmos yang terjauh, dengan makna hidup, makna kematian,
nasib dunia jasmani maupun rohani, dan dengan makna pengalaman mendalam seperti
cinta atau kesenian (Armstrong, 2002).
Kecerdasan
eksistensial juga berkaitan dengan
kemampuan merasakan, memimpikan, dan menjadi pemikir yang menyangkut
hal-hal yang besar seperti menjadi pemimpin (Theacorn, 2003).
Sama
dengan kecerdasan lainnya, kecerdasan eksistensial mulai muncul pada awal masa
kanak-kanak. Karena anak-anak belum mempunyai penyaring kebudayaan seperti
orang dewasa, mereka selalu dapat menerima rahasia kehidupan dan secara terus
menerus mengajukan pertanyaan besar yang sulit dijawab oleh orang dewasa di sekitarnya
(Armstrong, 2002).
Kecerdasan
eksistensial, menurut Armstrong (2002) sangat sulit untuk diuji. Frekuensi
seseorang dalam memikirkan kematian, misalnya mungkin dapat digunakan untuk
menguji kesadaran eksistensialnya. Kesadaran eksistensial dan dapat juga
merupakan refleksi dari keengganan anak untuk melaksanakan kegiatan rutin
sekolah.
BAB
III
MEMILIH
PERMAINAN EDUKATIF YANG MENCERDASKAN
A. Disesuaikan
dengan Perkembangan Anak
Montessori pernah
mengemukakan bahawa setiap anak pasti akan melewati masa peka atau periode sensitive
(Montessori,1936). Setiap dalam masa peka tersebut anak-anak membutuhkan
permainan yang berbeda-beda. Jika pemberian mainan tidak sesuai dengan masa
peka atau periode sensitif yang dilewatinya, maka permainan tersebut tidak akan
membawa dampak apa-apa, kecuali anak menjadi benci terhadap permainan tersebut.
kriteria pertama memilih jenis permainan edukatif tersebut.
William Craim meringkas masa peka Montessori menjadi
lima periode sensitif. Kelima periode sensitive tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Periode
Keteraturan
Periode keteraturan
adalah masa ketika anak senang beraktivitas secara teratur. Masa ini berlangsung dari lahir sampai pada
usia 3 tahun. Sekadar contoh, anak senang mengambil benda mainannya dan
mengembalikannnya seperti semula , jika ia melihat cangkir tidak pada
tempatnya, ia senang mengembalikan pada tempat seperti biasanya. Jika tidak, ia akan menangis sebagai tanda
tidak menyukai kejadian itu. Bahkan, sering kali anak bisa “marah” ketika melihat
seseorang memindahkan barang mainannya tidak pada tempatnya, meskipun
diletakkan pada tempat yang lebih baik (Crain, 2007).
Pada masa ini,
pemilihan permainan yang paling utama adalah keteraturan. Contohnya, mengambil dan mengembalikan benda mainan
secara teratur, menggunakan alat permainan sesuai dengan ketentuan, meletakkan
benda pada tempatnya, dan lain sebagainya.
2. Periode
Detail
Periode detail adalah
masa ketika anak senang mengamati objek (benda mainan) dengan sangat detail
selama beberapa detik (Montessori, 1936). Dunia anak sangat berbeda dengan
orang dewasa, oleh karena itu memaksa anak sesuai dengan kehendak orang dewasa
adalah kurang tepat.
Pemilihan jenis
permainan yang tepat pada masa ini adalah permainan yang mempunyai tingkat
kedetailan tertentu, sehingga mampu mengasah ketajaman pengamatan detail anak
seperti contoh gamabar seorang polisi yang bisa digunakan. Pada masa ini,
mungkin anak akan mengamati peluit yang dibawa polisi, atau simbol di atas
tutup kepala, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, jangan memberikan
jenis-jenis permainan yang mempunyai detail kurang baik., seperti gambar mayat
yang masih berdarah, atau semacambenda-benda kotor lainnya. Usahakan memilih
permainan yang mempunyai tingkat kedetailan yang sangat indah dan menawan.
3. Periode
Penggunaan Tangan
Pada masa ini, anak
senang memegang, meremas, menarik dan menyobek. Bahkan, tanpa diajari ia akan
berusaha membuka dan menutup objek dan memasukkannya ke dalam kotak yang
tersedia. Periode ini berlangsung selama 18 bulan hingga 3 tahun (Crain, 2007).
Dua tahun kemudian, anak-anak mulai meningkatkan gerakan gerakan indera
sentuhannya seperti memasukkan jari ke dalam mulut.
Pemilihan permainan
yang tepat pada masa ini adalah permainan yang aman sehingga tidak melukai
ketika diremas, seperti permainan yang terbuat dari plastic dan mainan lentur
lainnya. Dan pastikan bahwa bahan mainan tersebut tidak beracun, sehingga aman
ketika dimasukkan ke dalam mulut anak. Dalam hal ini, perlu diperhatikan pula
bahan pewarna atau cat yang terdapat dalam permainan tersebut adalah cat atau
pewarna yang aman (non-toxid).
4. Periode
Berjalan
Bagi anak-anak,
berjalan merupakan kegiatan yang tidak dapat dibendung oleh siapapun. Jatuh
bangunnya anak ketika belajar berjalan membuktikan hal itu. Tetapi, sering kali
orang tua kurang kerjaan dengan memberikan berbagai macam latihan agar anaknya
cepat berjalan.
Menurut Montessori,
anak tanpa dibantu berjalan pun akan berlatih dengan sendirinya. Bahkan, ketika
ia jatuh maka orang tua tidak perlu membantunya untuk bangun, sebab hal itu
sama halnya dengan merampas hak anak untuk berlatih berdiri. Orang tua hanya
boleh membangunkan anak untuk berjalan ketika ia benar-benar sakit dan tidak
bisa bangun lagi.
Pilihan jenis permainan
yang tepat untuk kepekaan berjalan adalah permainan berbasis kegiatan. Sebab,
permainan ini banyak menekankan pada perkembangan motorik kasar.
5. Periode
Bahasa
Periode kepekaan bahasa
adalah masa ketika anak sedang haus akan hasratnya menyerap kata-kata dan
gramatika. Pada masa ini, anak-anak sangat cepat dan begitu mudah dalam
memahami maksud dari kata atau bahasa.
Pemilihan jenis
permainan yang tepat pada masa kepekaan bahasa ini adalah memberikan kata-kata
terstruktur yang jelas dan lugas sehingga mudah dipahami dan ditirukan anak.
Misalnya, ketika anak sedang bermain balok silinder. Maka, saat anak sedang
memegang balok silinder tersebut, orang tua atau guru menyebutkan namanya, “Ini
balok silinder – dimasukkan – ke dalam lubang – yang sesuai.
B. Aman
Aman dalam artian tidak
membahayakan fisik maupun psikis anak. Contohnya banyak mainan yang dibuat
tanpa memperhatikan cat pewarna. Sebaliknya, sebelum anda membeli jenis
permainan tertentu, pilihlah permainan yang telah ada jaminan keamanan dari
dinas kesehatan.
Faktor aman dalam
permainan anak mencakup dua hal, yakni aman secara bendawi dan aman secara
hakiki. Aman secara bendawi adalah factor keamanan seperti tidak melukai, tidak
meracuni, tidak mencemari, dan lain sebagainya. Sedangkan aman secara hakiki
adalah sumber bahan mainan itu sendiri, seprti dibuat dari bahan yang baik dan
halal (bukan dari benda najis dan kotor), dibeli dengan harta yang halal dan
baik, serta diberikan dengan kasih sayang yang mendalam dari orant tuanya.
Berikut ini adalah beberapa contoh permainan yang memberikan rasa aman kepada
anak, baik secara bendawi maupun aman secara hakiki, yaitu:
Ø papan
pasak
Ø tangga
silinder
Ø tangga
kubus
Ø papan
pengenal warna
Ø puzzle,
dan lain sebagainya.
C. Menyenangkan
Tidak semua alat
permainan yang menyenangkan dapat diberikan pada anak. Sebab, bisa jadi
permainan tersebut justru merusak aspek tertentu dalam diri anak, contohnya
kartu naruto dan smack down.
Sebuah penelitian yang
dilakukan oleh Britton pada sekolah Montessori, Italia, hamper semua anak
mengatakan tidak mau sekolah atau belajar, meskipun hal itu dipandang oleh
orang tua sangat penting (Britton, 1992). Dalam keadaan yang demikian, tidak ada
pilihan lain bagi guru dan orang tua kecuali mengemas berbagai pelajaran dalam
berbagai bentuk permainan yang menyenangkan.
Pemilihan permainan
yang menyenangkan tersebut tidak bisa dilepaskan dari masa peka yang mereka
lewati. Guru dan orang tua dapat memilih jenis permainan yang menyenagkan
dengan mudah seperti, boneka, mobil-mobilan, puzzle, balok kubus, balok
geometric, permainan air, dan lain sebagainya.
D. Mencerdaskan
Aspek Tertentu
Pada tahapan ini,
pemilihan alat permainan tidak sebatas kesesuaian dengan masa peka anak, aman
dan menyenangkan, tetapi harus mencerdaskan. berikut ini adalah beberapa kriteria
alat permainan edukatif yang mampu meningkatkan semblan zona kecerdasan ala
Gardner tersebut:
Ø Mengembangkan
Aspek Emosi
Dalam kamus besar bahasa
Indonesia, emosi diartikan sebagai luapan perasaan yang berkembang atas surut
dalam waktu yang singkat. Sedangkan menurut sebagian ahli atau pakar psikologi
perkembangan (yang dalam hal ini diwakili oleh Lawrence E. Shapiro)
mendefinisikan emosi sebagai kondisi kejiwaan manusia Lawrence E. Shapiro,
2003). Karena sifatnya psikis atau kejiwaan, maka emosi hanya dapat dikaji
melalui letupan-letupan atau ekspresi gerak verbal tubuh saja, seperti kondisi
sedih, gembira, gelisah, benci dan lain sebagainya. Tetapi, kondisi
masing-masing emosi anak berbeda-beda. Oleh karena itu, memberikan permainan
kepada anak pun juga berbeda-beda.
Menurut Hawari
sebagaimana dikutip oleh Mahmudi, emosi anak bisa berbeda-beda karena
dipengaruhi oleh sikap, cara dan kepribadian orang tua dalam memelihara,
mengasuh, dan mendidik anaknya (Mahmudi, 2004). Dalam perspektif lain,
perbedaan tersebut lebih dikarenakan factor genetis, lingkungan, dan diasuh
oleh orang tua yang berlatar belakang pendidikan atau ilmu yang berbeda.
Gejala emosional
pertama yang muncul adalah keterangsangan yang umum terhadap stimulus atau
rangsangan yang kuat (Hurlock, 1978). Secara umum menurut Hurlock, pola
perkembangan emosi anak meliputi Sembilan aspek, yaitu :
o
rasa takut, yaitu perasaan yang khas pada
anak. Hampir setiap fase usia, seorang anak mengalami ketakutan dengan kadar
yang berbeda-beda. Rangsangan yang umumnya menimbulkan rasa takut pada bayi
adalah suara yang terlalu keras, binatang menyeramkan, kamar gelap, tempat yang
tinggi, dan kesendirian
o
rasa malu, yaitu ketakutan yang ditandai
oleh penarikan diri dari hubungan dengan orang lain yang tidak dikenal. Rasa
malu ini selalu disebabkan oleh sesama manusia, bukan benda atau binatang dan
hal-hal lainnya. Rasa malu baru akan dimiliki bayi yang usianya di atas 6
bulan.
Pada usia ini, bayi telah mengenal
orang yang sering dilihat dan orang yang asing sama sekali. Jika bayi tersebut
selalu berhubungan dengan orang banyak, rasa malu tersebut akan hilang dengan
sendirinya sebab ia tahu bahwa sering kali
orang yang asing baginya bisa menjadi teman bermain yang asyik.
o
rasa khawatir, yaitu khayalan ketakutan
atau gelisah tanpa alasan. Rasa khawatir tidak langsung ditimbulkan rangsangan
dalam lingkungan, tetapi merupakan produk pikiran anak itu sendiri. Perasaan
ini timbul karena membayangkan situasi berbahaya yang mungkin akan meningkat.
Biasanya, kekhawatiran ini terjadi pada anak di atas usi 3 tahun. Bahkan,
semakin besar atau bertambah usianya, rasa khawatir tersebut semakin sering
dialami.
o
rasa cemas, yaitu keadaan mental yang
tidak enak, berkenaan dengan sakit yang mengancam atau yang dibayangkan. Rasa
cemas ditandai dengan kekhawatiran, ketidakenakan, dan prasangka uyang tidak
baik serta tidak bisa dihindari oleh seseorang, disertai dengan perasaan tidak
berdaya dan pesimis. Ciri-ciri keadaan ini adalah kecemasan yang mengambang.
Selanjutnya, perasaan ini akan berkembang menjadi ketakutan yang tersamarkan.
Reaksi yang ditimbulkan adalah murung, gugup, mudah tersinggung, cepat marah,
dan sikap-sikap over sensitive lainnya.
o
rasa marah, yakni sikap penolakan
yang kuat terhadap apa yang ia tidak
sukai. Dalam pandangan anak, ekspresi kemarahan merupakan jalan yang paling
cepat untuk menarik perhatian orang lain. Umumnya, situasi yang menimbulkan
kemarahan meliputi berbagai macam batasan, rintangan yang menghalangi gerak
anak, rintangan terhadap keinginan, rencana dan niat yang ingin dilakukan, dan
sejumlah kejengkelan lain yang terus menumpuk.
o
rasa cemburu, yaitu perasaan ketika anak
kehilangan kasih sayang, seperti terbaginya kasih sayang ibu kepada saudaranya,
ayahnya kepada orang lain, dan lain sebagainya. Reaksi anak-anak yang dibakar
rasa cemburu sangat sulit ditebak. Terkadang, ia melawan orang lain, tetapi
terkadang iaberlembut hati untuk menarik simpati orang yang ia cemburui.
Umumnya, kecemburuan di kalangan anak-anak menunjukkan perasaan tidak aman dan
keragu-raguan. Perilaku cemburu menunjukkkan bahwa anak-anak berusaha
membenarkan atau membuktikan diri mereka tidak mempunyai saingan.
o
rasa dukacita, yaitu suatu kesengsaraan
emosional (trauma psikis) yang disebabkan oleh hilangnya sesuatu yang dicintai.
Dalam bentuknya yang lebih ringan, perasaan emosional ini dikenal dengan sedih
atau susah. Reaksi anak ketika dukacita adalah menangis atau situasi tekanan
seperti sukar tidur, hilangnya selera makan, hilangnya nikmat terhadap hal-hal
yang ada di depannya, dan lain sebagainya.
o
rasa ingin tahu, Setiap anak mempunyai
naluri ingin tahu yang sangat tinggi. Mereka menaruh minat terhadap segala sesuatu
di lingkungan mereka, termasuk diri mereka sendiri. Semaikin luas lingkungan
anak-anak, semaikin luas pula mereka mempunyai rasa ingin tahu. Sebab, setiap
ada hal yang baru, mereka selalu ingin tahu. Reaksi rasa ingin tahu ini biasnya
diekspresikan dengan membuka mulut, menengadahkan kepala, dan mengerutkan dahi.
o
kegembiraan atau kesenangan, merupakan
emosi keriangan atau rasa bahagia. Di kalangan bayi, emosi kegembiraan ini
berasal dari fisik yang sehat, situasi yang ganjil, permainan yang mengasyikkan,
dan lain-lain. Reaksi yang diekspresikan anak-anak ketika senang dan gembira
adalah tersenyum atau tertawa, mengoceh, merangkak, berdiri, berjalan, dan
berlari.
Adapun mengenai
bentuk-bentuk pengendalian emosi atau kemandirian yaitu:
a. kemandirian,
seperti mandi sendiri, berpakaian sendiri, bersepetu sendiri, dan merawat
mainannya sendiri.
b. kebiasaan
menghargai orang lain, mainan orang lain, dan pendapat orang lain.
c. kemampuan
mengambil atau memilih tugas
d. kemampuan
bekerja sama
e. kemampuan
mendengarkan orang lain, dan
f. kemampuan
membawakan diri
Ø Mengembangkan
Motorik Kasar
Gerak motorik kasar
adalah gerak anggota badan secara kasar atau keras. Menurut Laura E. Berk,
semakin anak menjadi dewasa dan kuat tubuhnya atau besar, maka gaya geraknya
sudah berbeda pula. Hal ini mengakibatkan tumbuh kembangnya otot yang semakin
membesar dan menguat. Dengan membesar dan menguatnya otot-otot badan tersebut,
maka keterampilan baru selalu bermunculan dan semakin bertambah kompleks (E.
Berk, 2006).
Berbeda dengan E. Berk,
Hurlock yang berpandangan bahwa pada usia 1-2 tahun, atau sebelum anak bisa
berlari kecil-kecil, melompat, dan meloncat, ia telah mampu duduk, berdiri
dengan merambat, berdiri dengan satu kaki, bahkan pada usia itu anak telah
mampu naik dan turun tangga (Hurlock, 1998)
Adapun alat permainan
edukatif yang dapat dipilih untuk perkembangan motorik kasar, diantaranya
sebagai berikut:
§ Kantong
biji untuk dilempar, ditangkap, dan diletakkan di kepala sambil berjalan
§ Sampai
untuk bermain lompat-lompat
§ Titian,
untuk meniti sambil melihat lurus ke depan
§ Bola
besar dan kecil untuk berlatih menendang, melempar dan menangkap
Ø Mengembangkan
Motorik Halus
Menurut Laura E.
Berk,gerak motorik halus adalah meningkatnya pengkoordinasian gerak tubuh yang
melibatkan kelompok otot dan saraf kecil lainnya (E. Berk, 2006). Sedangkan
menurut Janet W. Lerner, gerak motorik halus merupakan keterampilan menggunakan
media dengan koordinasi antara mata dan tangan (Lerner, 1981).
Laura E. Berk memahami
bahwa gerak motorik halus merupakan dari gerak motorik kasar. Ia menyatakan bahwa
pada usia prasekolah, telah terjadi perubahan besar (giant) pada gerak motorik anak. Contohnya, gerakan tangan dan jari
yang meningkat dan gerakan mengikuti atau meniru. Tetapi, bagi orang tua
kemajuan motorik ini dinilai terlalu melelahkan. Padahal, ketika kelelahan anak
sering makan dengan tangan atau jari-jarinya.
E. Berk menyatakan
“orang tua harus bersabar terhadap ketangkasan ini: ketika anak mulai bosan dan
terburu-buru, anak sering makan dengan tangannya. Dengan kata lain, E. Berk
menyarankan agar orang tua harus sabar untuk menghindarkan anak-anak makan
dengan tangan atau jari-jari. Sebab, E. Berk memandang bahwa makan dengan
tangan merupakan etika yang tidak baik. E. Berk menandaskan bahwa ketika anak
mulai berusia 3 tahun, ia sudah mulai bisa mengenakan baju sendiri, bahkan
mampu memakai dan melepas sepatunya sendiri. Keterampilan inilah yang disebut
E. Berk sebagai self-help skill (keterampilan
menolong diri sendiri). Keterampilan menolong diri sendiri ini akan mencapai
puncak kesempurnaannya pada usia 6 tahun.
Adapun alat-alat permainan yang bisa dipilih untuk
mengembangkan gerak motorik halus adalah sebagai berikut:
Kertas untuk diremas, dirobek, atau
dipotong-potong
Gabus untuk dibentuk menjadi huruf atau
benda tiruan lain
Lilin untuk dibentuk
Papan tulis, kapur/spidol, dan pensil
gambar untuk mencoret-coret atau melatih membuat garis
Buku gambar untuk menggambar
Gunting, untuk menggunting kertas sesuai
aturan dan merangkainya kemabali
Benda-benda berbentuk geometri
Ø Menguatkan
Daya Ingat
Dr. Haryanto menyatakan
bahwa kiat untuk menguatkan daya ingat adalah dengan dongeng atau cerita. Dalam
perspektif pendidikan Islam, dongeng atau cerita tersebut mirip dengan metode
kisah dalam Al-Qur’an. Oleh karena itu, untuk meningkatkan daya ingat anak,
bisa dipilihkan kisah-kisah yang islami.
Tetapi, tidak semua
kisah atau cerita mampu menjadi stimulasi imajinasi positif anak sehingga
secara otomatis daya ingatnya juga meningkat. Menurut Nurwadjah Ahmad E.Q dalam
bukunya Tafsir Ayat-ayat Pendidikan, 2007 mengatakan bahwa hanya cerita atau
kisah yang mengandung unsur-unsur edukatiflah yang dapat meningkatkan imajinasi
dan daya ingat anak.
Unsur-unsur edukatif tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Adanya
subjek atau tokoh dalam kisah, sebagi contoh adalah kisah para nabi
2. Kisah
atau cerita harus mengandung unsur waktu dan latar belakang kisah. Hal ini
hampir mirip dengan turunnya sebuah ayat yang didahului oleh sebab-sebab
tertentu
3. Kisah
mengandung unsur tujuan penggambaran suatu keadaan terutama tujuan-tujuan
keagamaan
4. Kisah
mengandung unsur pengulangan. Bentuk pengulangan tidak harus sama untuk selamanya, tetapi berupa tahapan demi
tahapan. Pengulangan atau tahapan tersebut biasanya telah disesuaikan dengan
kronologis sebuah peristiwa atau disesuaikan dengan titik tekan tujuan sebuah
kisah
5. Kisah
harus mengandung unsur dialektika. Kisah-kisah qur’ani sering kali ditampilkan
dalam ragam percakapan yang diungkapkan dalam lafal “qaala” dalam berbagai macam bentuknya.
Cerita-cerita rakyat
yang positif juga bisa diberikan kepada anak, seperti cerita Malin Kundang,
Ramayana, Mahabharata, Trunojoyo dan lain sebagainya. Mengenai cerita atau
dongeng yang sekiranya berbau mitos atau mistik yang sifatnya percaya-tidak
percaya, sebaiknya tidak perlu diceritakan kepada anak. Dongeng yang demikian
dapat merusak imajinasi positif anak seperti dongeng Nyai Rara Kidul, Buto Ijo,
Siluman Naga dan lain sebagainya.
Alat permainan berupa
benda-benda yang dapat meningkatkan daya ingat anak adalah boneka, topeng,
gambar wajah seseorang, bentuk huruf, film atau gambar hidup, benda
berwarna-warni dan lain sebagainya.
Ø Mempertajam
Pendengaran
Ketajaman mendengar
adalah kemampuan anak untuk menangkap suara dan merekamnya dalam memori,
kemudian mampu ditirukan dalam bahasa lisan, dan selanjutnya mampu dituangkan
dalam tulisan. Kemampuan ini dikenal sebagai gaya belajar auditorial. Gaya
belajar auditorial adalah gaya belajar dengan mengandalkan kemampuan mendengar
(Adi Gunawan, 2003).
Sebenarnya, masih ada
dua gaya belajar lagi yang dikenal secara umum, yaitu gaya belajar visual dan
kinesthetic. Gaya belajar visual adalah gaya belajar yang mengandalkan
penglihatan, sedangkan gaya belajar kinesthetic mengandalkan kemampuan gerak.
Ketajaman pendengaran
mampu mengasah kecerdasan musikal hingga menjadi stimulus yang sangat kuat
untuk menciptakan komposisi nada sebuah musik. Demikian seterusnya, sehingga
fungsi pendengaran tidak sekedar membentuk pola atau gaya belajar anak, tetapi
mampu menstimuais imajinasi dan kreativitas.
Beberapa jenis
permainan yang dapat dipilih untuk meningkatkan daya dengar seperti, kertas
kasar, alat-alat musik, puzzle, dan benda-benda lain yang dapat menghasilkan
bunyi.
Ø Meningkatkan
Pola Pikir dan Sikap Kompetitif
Permainan ini penting
untuk mengajarkan kepada anak supaya mampu mengaitkan pengetahuan yang satu
dengan pengetahuan yang lain. Dalam bahasa sederhana, permainan ini mengajarkan
anak untuk memahami hukum sebab-akibat.
Dengan pola pikir kausalitik yang demikian, dalam diri anak akan muncul
jiwa sportif. Oleh karena itu, kebanyakan permainan yang dapat mengembangkan
pola pikir anak adalah permainan sejenis kompetitif. Dari permainan ini, anak
akan berani bertanggung jawab atas kekalahan maupun kemenangannya dalam
bermain.
Alat permainan edukatif
yang mempunyai criteria ini adalah balok susun, menara kubus, mozaik,
keeping-keping kayu, dan benda-benda lain yang serupa. Semakin sering anak-anak
terlatih dengan berbagai permainan yang menantang, dan sesering mungkin ia
diikutsertakan dalam sebuah perlombaan
permainan, semakin berkembang pula pola pikirnya, dan dengan demikian semakin
tinggi pula jiwa sportif-kompetitif nya.
Oleh karena itu,
membiasakan kompetisi sehat dalam bermain pada anak sangat dibutuhkan untuk
menumbuhkan pola pikir dan jiwa sportif tersebut. Kebiasaan kompetisi inilah
yang nantinya akan membentuk karakter luwes dalam bergaul, baik kalah maupun
menang. Jika kalah, tidak putus asa dan rendah diri, apalagi mengumpat dan
memfitnah teman yang mengalahkannya; tetapi jika menang juga tidak sombong dan
menyakitkan perasaan teman yang dikalahkan tersebut.
BAB
IV
MEMBUAT ALAT PERMAINAN EDUKATIF
SENDIRI
“ALAM BEBAS
sebagai SUMBER BELAJAR ALTERNATIF
dan KEKAYAAN KREATIVITAS yang TIDAK
TERBATAS”
Membuat
alat permainan edukatif secara mandiri diperlukan karena:
Pertama, keterbatasan
dana untuk membeli alat permainan edukatif secara memadai.
Kedua, di
sekeliling kita sesungguhnya banyak bahan-bahan atau benda-benda berserakan
yang dapat digunakan untuk membuat alat permainan edukatif.
Berikut
ini merupakan langkah teknis membuat alat permainan edukatif menggunakan bahan
di lingkungan sekitar maupun bahan dari alam bebas.
A. Minimnya
Dana Pengadaan Alat Permainan Edukatif
Alat
permainan edukatif tidak harus membeli, apalagi dengan harga yang mahal. Alat
permainan edukatif bisa dibuat dari bahan yang berserakan dan “tak berguna” di
sekeliling kita. Bahkan, cara pembuatannya pun sering kali tanpa kesulitan yang
berarti. Justru, dengan proses pembuatan alat bermain secara mandiri, daya
kreativitas dapat meningkat secara otomatis.
Atas dasar inilah perlu
dikembangkan kreativitas untuk membuat alat permainan edukatif sendiri dengan
memanfaatkan barang-barang tidak terpakai di lingkungan sekitar. Bahkan,
pembuatan alat permainan edukatif bisa memanfaatkan kekayaan alam bebas secara
lebih luas. Dari kekayaan alam inilah jenis-jenis permainan edukatif dapat
diciptakan dengan gaya yang khas, yakni berciri khas alam bebas. Alat-alat
permainan ini tidak akan ditemui di pasar bebas, karena sifat kebaruannya yang
sangat pendek. Artinya, alat-alat permainan edukatif berciri khas alam bebas
sangat sulit diawetkan sehingga tidak dipasarkan. Contohnya, permainan daun,
apotek hidup, palawija, dan lain sebagainya. Seandainya ada beberapa jenis
permainan edukatif dari alam bebas yang dapat diawetkan, maka ciri khasnya
sebagi permainan “alam bebas” kurang mengena.
B. Alam
Bebas sebagai Sumber Belajar Alternatif dan Kekayaan Kreativitas yang Tidak
Terbatas
Kelebihan alam bebas
sebagai sumber belajar adalah keleluasaan gerak anak, sehingga anak bisa
berakrobat dan berlalu lalang secara leluasa. Iklim kebebasan inilah yang
menjadi motivasi anak sehingga mereka mampu memerankan dirinya sebagai
“pembelajar alami” maka anak tidak memerlukan alat-alat edukatif buatan pabrik.
Anak-anak cukup dengan menggunakan peralatan sederhana yang ada di alam guna
bermain. Sekadar contoh, ketika anak menyebrangi sungai kecil, mereka cukup
membentangkan sebilah kayu atau bambu di atasnya, dan anak-anak pun dengan
keseimbangan tubuh yang sempurna mampu melintasi jembatan kecil tersebut dengan
selamat.
Berikut ini akan dikemukakan contoh penggunaan atau
pembuatan masing-masing bahan di atas menjadi sebuah alat permainan edukatif:
ü Kayu
Di samping sebagai
bahan baku bangunan, juga bisa dimanfaatkan sebagai bahan untuk membuat alat
permainan edukatif ; bahkan kayu bisa menjadi bahan terbaik untuk jenis-jenis
permainan edukatif tertentu, seperti balok, pasak, puzzle, dan lain sebagainya.
Tetapi, tidak sembarang kayu yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan
alat permainan edukatif. Hanya kayu yang berserat halus, keras dan ringanlah
yang cocok untuk digunakan. Serat kayu yang halus menjadikan tangan anak nyaman
ketika memegangnya, sifat keras kayu menjadikan alat permainan edukatif yang
dihasilkan tidak mudah rusak atau remuk, dan sifat ringan kayu (ketika sudah
kering), selain tidak mudah kena jamur juga nyaman dipegang anak.
ü Gabus
atau Busa
Beberapa toko alat
tulis ada yang sengaja menjual gabus secara khusus. Biasanya, gabus yang dijual
telah dikemas dalam bentuk lembaran-lembaran standar (120x60 cm) dengan
ketebalan yang sangat bervariasi, mulai dari 1,2,3 hingga 8 cm. Sifat lunak
gabus dengan berbagai ukuran tersebut memungkinkan untuk mengolahnya menjadi
berbagai macam alat permainan edukatif. Contohnya dadu gabus, balok bilangan,
huruf, balok bongkar-bangun, dan lain sebagainya.
ü Kain
Perca
Kain perca adalah
potongan-potongan kain yang tidak terpakai lagi. Biasanya, setiap penjahit
mempunyai banyak “sampah” kain perca ini. Jika sampah tersebut telah
menggunung, terkadang mereka menjual kepada para pengrajin. Umumnya, para
pengrajin kain perca tersebut mengolahnya menjadi barang-barang tepat guna,
seperti alas lantai (keset) dan yang sejenisnya.
Kita dapat memperoleh
bahan ini di tempat yang sama. Tetapi, bukan untuk membuat barang tepat guna,
melainkan membuat alat permainan edukatif. Adapun bentuk alat permainan
edukatif yang bisa dihasilkan dari kain perca adalah boneka atau main-mainan
lain yang sejenis.
ü Kardus
Adalah bahan yang
paling mudah ditemukan. Kita bisa membuat lebih banyak alat permainan edukatif
dari bahan dasar ini. Bentuk dan ukuran kardus pun sangat bervariasi sehingga
kita lebih leluasa mengolahnya. Berbagai bentuk permainan edukatif yang dapat
dihasilkan dari bahan ini adalah balok kubus, papan diaroma, puzzle, dan lain
sebagainya.
ü Bambu
Dalam membuat alat
permainan edukatif dari bambu hal terpenting yang harus diperhatikan adalah
kebersihan dari gelugut atau bulu bambu. Setiap jenis bambu pasti
pasti mempunyai bulu atau gelugut.
Sifatnya sangat gatal jika mengenai kulit, terlebih lagi kulit anak-anak.
Bahkan, cara menghilangkannya pun sangat sulit. Oleh karena itu, pastikan bahwa
sebelum bamboo diolah telah steril dari bulu bambu atau gelugut.
ü Pelepah
Dedaunan
Banyak sekali pelepah
dedaunan yang bisa digunakan untuk membuat alat permainan edukatif . Ia tidak
bisa tahan lama seperti kayu, kardus dan bambu karena sifat pelepah yang masih
basah adalah cepat membusuk. Jika pelepah telah membusuk, harus segera dibuang
karena rawan dengan tumbuhnya jamur beracun. Demikian pula dengan pelepah
dedaunan yang telah mengering, karena seratnya tajam sehingga mudah melukai
tangan. Dengan demikian, hanya pelepah dedaunan yang masih segar saja yang
efektif untuk dijadikan alat permainan edukatif. Beberapa pelepah dedaunan yang
dapat diolah menjadi alat permainan edukatif adalah pelepah daun pisang,
pelepah daun pinang, pelepah daun kelapa, pelepah daun papaya, dan pelepah daun
singkong.
ü Daun
Pisang
Daun pisang bisa
digunakan untuk bahan pewarna hitam dengan cara membakarnya, kemudian abunya
diambil dan dijadikan pewarna hitam. Kelebihan abu dari daun pisang adalah
lebih hitam daripada abu dari benda lainnya. Di samping itu, daun pisang juga
bisa digunakan untuk membuat anyam-anyaman. Caranya, daun pisang yang masih
basah, dikukus sampai warnanya merah kecoklat-coklatan, sehingga lentur dan
tidak mudah robek. Kemudian, daun pisang disobek-sobek searah serat daun
selebar satu cm. Sobekan daun pisang bisa dianyam layaknya menganyam anyaman
bambu.
Di samping dapat
digunakan untuk membuat bahan pewarna dan anyam-anyaman, daun pisang juga bisa
digunakan untuk membuat kertas-kertasan.
Artinya, daun pisang bisa digunakan untuk media menulis surat. Penanya
bukan pensil, tetapi ranting yang
dipotong meruncing atau batang bulu ayam.
ü Kertas
Karton
Banyak sekali alat
permainan edukatif yang dapat dihasilkan dari bahan jenis ini, diantaranya
adalah gitar karton, kartu-kartuan, kubus dan lain sebagainya. Contohnya,
kertas karton bungkus sepatu dapat dibuat menjadi gitar mainan. Caranya, salah
satu sisi kotak sepatu dilubangi seperti lubang gitar, kemudian dipasang tali
dari karet atau ban denagn ketebalan bebeda. Bunyi yang dihasilkan dari alat
permainan ini pun cukup membuat anak-anak senang belajar nada.
C. Bermain
di Alam Bebas
ü Bermain
Apotek Hidup
Bermain apotek hidup
adalah jenis permainan edukatif yang menggunakan bahan dari berbagai tanaman
obat-obatan. Beberapa jenis tanaman obat tersebut adalah jahe, lengkuas, sirih,
kunyit, dan kencur.
Tujuan permainan ini adalah:
- Mengenalkan
berbagai tanaman obat kepada anak
- Mengembangkan
seluruh panca indera, terutama indra penciuman
- Menanamkan
sifat senang menanam dan menyayangi tanaman
- Meningkatkan
logika dengan mempertajam kemampuan membedakan
- Meningkatkan
kemampuan bahasa anak
Alat dan bahan permainan yaitu:
-
Pisau
-
Lima botol bekas salep yang telah
dibersihkan
-
Lima gelang karet
-
Lima lembar kain tipis berukuran 6x6 cm
Cara melakukan permainan:
-
Ajaklah anak-anak menuju kebun apotek
hidup yang mempunyai koleksi tanaman obat lengkap. Jika tidak memungkinkan,
bisa membeli berbagai bahan tersebut secara utuh.
-
Setelah anak-anak sampai di kebun apotek
hidup, perkenalkan mereka nama-nama tanaman apotek hidup satu persatu hingga
selesai. Mintalah anak-anak menyentuh dan mencium bau daun tanaman tersebut
seraya mengamati bentuk batangnya satu persatu.
-
Cabutlah masing-masing tanaman obat dan
tunjukkan akarnya kepada anak-anak. Jika tanaman obat terlalu sedikit sehingga
sayang jika dicabut, maka cukup dengan menunjukkan masing-masing akar
masing-masing tanaman obat.
-
Bersihkan semua akar tanaman obat dan
potonglah masing-masing sebesar 1 cm² dan masukkan semua potongan isi tanaman
ke dalam lima botol bekas salep gosok yang telah dibersihkan.
-
Tutuplah kelima botol salep tersebut
dengan kain dan rapatkan dengan gelang karet dan letakkan kelima botol salep
yang telah berisi tanaman obat secara lengkap tersebut di atas meja secara
acak.
-
Mintalah anak-anak untuk mencium bau
tanaman yang ada di dalam botol salep gosok yang telah tertutup kain tersebut.
Setelah itu, mintalah anak-anak menyebutkan (menebak) tanaman apa yang baru
saja dicium tersebut. Dan mintalah ia menunjukkan tanaman secara nyata supaya
anak tidak keliru mengenali daun dan batang tanaman obat yang baru saja disebutkannya.
-
Jika anak berhasil melakukan permainan
ini dengan baik, maka anak tersebut bisa dianggap berhasil dalam bermain dan
mampu mengembangkan indra penciuman dan penglihatan secara maksimal.
Makna
filosofis dari permainan ini adalah bahwa sehat dan sakit merupakan “pasangan”
yang tak dapat dihindari, sebagaimana pasangan panas dan dingin yang juga tak
bisa ditolak. Tidak ada orang yang berharap dirinya sakit, tetapi juga tidak
bisa menolak sakit. Menjaga kesehatan agar tidak sakit itu yang bisa dilakukan
seseorang. Kendati sudah dijaga, sakit tetap saja bisa menyerang. Jika
seseorang terkena sakit, maka harus berobat. Jika sehat, maka harus bersyukur
kepada Tuhan. Makna filosofis ini harus disampaikan kepada anak-anak setelah
selesai melakukan permainan.
o
Bermain Tanaman Palawija
Bermain
tanaman palawija adalah jenis permainan khas alam bebas yang bahan bakunya dari
berbagai tanaman palawija, seperti jagung, kacang hijau, kacang panjang,
kedelai, singkong, dan lain sebagainya.
Adapun
tanaman palawija yang dipilih untuk dijadikan contoh adalah jagung dan kacang
hijau.
1.
Bermain Petasan Jagung
Adalah
jenis permainan yang menggunakan jagung sebagai bahan bakunya. Inti dari
permainan ini adalah membuat jagung agar berbunyi mirip seperti petasan. Untuk
membuat jagung berbunyi, salah satu caranya adalah digoreng. Maka, permainan
ini juga bisa disebut dengan “petasan jagung goreng”.
Tujuan
permainan ini adalah:
-
Mengembangkan logika (menalar bagaimana
jagung dapat berbunyi)
-
Memperkenalkan dan membedakan jagung biasa
dan jagung khusus
-
Mengembangkan seluruh panca indera
(penglihatan, pengecap, peraba, perasa, dan pendengaran)
-
Menghargai profesi sebagai petani
Alat
dan bahan yaitu:
Kompor
atau alat pemanas, mentega (minyak gorengt secukupnya), panic atau wajan (yang ada
tutupnya transparan), dan ¼ biji jagung khusus.
Cara
melakukan permainan:
-
Masukkan ¼ biji jagung khusus (goreng)
dan mentega ke dalam wajan, kemudian ditutup dengan rapat. Usahakan tutup panci
yang digunakan terbuat dari bahan transparan, sehingga anak-anak dapat melihat
bagaimana biji-biji jagung satu demi satu “meletus” dan berubah warna menjadi
putih.
-
Letakkan wajan yang telah berisi mentega
dan jagung tersebut di atas api atau kompor yang telah dinyalakan.
-
Tunggu beberapa saat, sampai jagung di dalam
wajan tersebut berbunyi “Pletok – pletok…….”. Ketika jagung mengeluarkan bunyi
tersebut, ajaklah anak-anak mengamati dengan jarak yang lebih dekat supaya bisa
menatap dengan jelas perubahan bentuk dan warna jagung diiringi dengan loncatan
dan suara.
-
Tunggu sampai bunyi dalam wajan tersebut
mereda dan angkat wajan dari atas kompor, entaskan jagung yang telah matang.
-
Sajikan jagung goreng tersebut di
hadapan anak-anak dengan posisi duduk melingkar, kemudian memakannya
bersama-sama dengan diawali berdoa sebelum makan.
-
Setelah makan “petasan jagung “,
tanyakan kepada anak-anak hal-hal yang berkaitan, seperti bagaimana jika
menggorengnya tidak ditutup? Mengapa jagung yang terkena minyak panas dapat
meletup dan berubah warna? Bagaimana rasa jagung gorengnya?
Makna
filosofis dari permainan ini bahwa Tuhan telah menciptakan berbagai menu
makanan yang dibutuhkan manusia. Tetapi, manusia harus mengolahnya terlebih
dahulu sebelum memakannya. Dari sini, seoleh-olah Tuhan sangat menghargai semua
orang, diantaranya adalah petani yang menanam jagung dan orang lain yang
memanfaatkannya. Makna filosofis ini hendaknya disampaikan menjelang akhir
permainan.
2.Membuat
Kecambah (Taoge)
Membuat
taoge adalah merendam biji kacang hijau selama satu malam dan meniriskannya,
kemudian ditunggu sampai bertunas kecil atau tumbuh bakal daun dan akarnya.
Kacang hijau yang telah berubah menjadi tunas kecil inilah yang disebut toge
atau kecambah.
Tujuannya
yaitu:
-
Memperkenalkan salah satu biji
kacang-kacangan (kacang hijau)
-
Menambah pengetahuan anak tentang
pertumbuhan tanaman
-
Mengembangkan logika bertanam
Alat
dan Bahan:
Alat
yang diperlukan adalah keranjang anyaman kecil, beberapa helai daun pisang
kering, dan sebuah ember. Sedangkan bahan yang diperlukan adalah ½ kg kacang
hijau dan air secukupnya.
Cara
melakukan permainannya adalah:
-
Tuangkan ½ kg biji kacang hijau ke dalam
ember ysng berisi air, sehingga biji kacang hijau terendam semuanya. Biarkan
biji kacang hijau terendam dalam ember selama satu malam.
-
Siapkan tempat pengentasan, yakni
melapisi keranjang anyaman dengan daun pisang kering.
-
Keesokan harinya, tiriskan biji kacang
hijau dan pindahkan ke dalam keranjang anyaman yang telah dilapisi daun pisang
kering tersebut.
-
Tutuplah kembali keranjang anyaman
dengan daun pisang.
-
Biarkan biji kacang hijau tersebut di
dalam keranjang anyaman dselama 3 hari, sambil disiram dengan air bersih
sebanyak 3 kali dalam sehari.
-
Setelah 3 hari, bongkarlah endapan atau
tirisan kacang hijau tersebut, pastikan bahwa kacang hijau telah tumbuh bakal
daun dan akarnya.
Makna
filosofis permainan ini, hampir semua
mahluk hidup memerlukan air. Termasuk dalam hal ini adalah biji-biji yang
tumbuh di musim semi. Dengan cara menyiramkan air di atas permukaan bumi
(hujan), Tuhan menumbuhkan biji-bijian sehingga sehingga manusia dan seluruh
mahluknya dapat hidup dengan memakan hasil tumbuh-tumbuhan dan biji-bijian
tersebut.
o
Bermain Sains dari Alam Bebas (Benda
Terapung dan Tenggelam)
Bermain
benda terapung dan tenggelam adalah jenis permainan berciri khas alam bebas
yang mengidentifikasi apakah benda tertentu bersifat terapung atau tenggelam.
Tujuan
Permainan:
-
Memperkenalkan sifat-sifat benda kepada
anak
-
Mengembangkan logika berpikir
-
Memperkaya kosakata, terutama yang
berkaitan dengan bahasa IPA
-
Mengembangkan panca inderanya secara maksimal
Alat
dan Bahan yaitu:
Ember
dan kertas bertuliskan “tenggelam” dan “terapung”. Sedangkan bahan yang
digunakan adalah segala benda di sekeliling anak dan air jernih.
Cara
Permainannya:
-
Mintalah anak-anak untuk mengumpulkan
berbagai benda yang tidak terpakai di sekelilingnya, masing-masing satu jenis.
Misalnya kerikil, biji-bijian, gabus, batu kapur, potongan kayu, potongan besi
atau uang logam, kertas, dedaunan, botol plastic, dan lain sebagainya. Semakin
banyak jenis benda yang dikumpulkan anak-anak, semakin baik tingkat
keberhasilan permainan ini.
-
Perkenalkan anak-anak dengan konsep
“tenggelam” (jika benda dimasukkan ke dalam air akan sampai di dasar ember) dan
konsep “terapung”, jika benda dimasukkan ke dalam air tetap di atas permukaan
air.
-
Jika anak agak sulit menangkap
penjelasan tersebut, berilah contoh benda terapung dan tenggelam dengan cara
memasukkan kedua jenis benda tersebut.
-
Jika anak-anak sudah paham, maka
mintalah mereka untuk memisahkan semua benda yang dikumpulkannya menjadi dua
kelompok, yakini terapung dan tenggelam.
-
Mintalah mereka untuk memasukkan semua
benda yang telah dipisahkan tadi ke dalam ember berisi air secara bergantian
satu persatu.
-
Mintalah anak mengatakan “tenggelam”
atau “terapung” atas benda yang dimasukkan ke dalam ember tersebut. Kemudian,
mintalah ia untuk meletakkan benda tersebut sesuai dengan kelompoknya
masing-masing (kelompok terapung dan tenggelam).
-
Anak dikatakan berhasil melakukan
permainan ini jika ia telah mampu mengidentifikasi berbagai benda bersifat
terapung atau tenggelam. Jika belum, maka ulanglah permainan ini sehingga anak
mempunyai dasar sains (IPA) yang kuat.
Makna
filosofis dari permainan ini bahwa semua benda di ala mini diciptakan Tuhan
secara berpasangan, sekaligus “berlawanan”. Contohnya, ada tenggelam dan
terapung, ada siang ada malam, ada atas ada bawah dan lain sebagainya. Semuanya
bermanfaat untuk manusia, jika dikelola sesuai dengan hukum alam yang berlaku.
Hukum alam inilah yang banyak dipelajari dalam ilmu pengetahuan alam
(IPA).
BAB V
PENGELOLAAN ALAT PERMAINAN EDUKATIF
(APE) dan OPTIMALISASI PEMANFAATAN
Pengelolaan
alat permainan edukatif yang baik akan membuat anak senang bermain dan betah
untuk menyelesaikan berbagai permainannya. Menurut Cherry Clare, lingkungan
sekolah mempengaruhi motivasi bermain anak (Clare, 1972). Oleh karena itu,
menata atau mengatur alat permainan sedemikian rupa sehingga menarik simpati
anak sangat diperlukan. Dengan harapan, anak senang bermain dan belajar di
sekolah.
Berikut
ini akan diuraikan bagian-bagian penting dari pengelolaan alat permainan
edukatif:
A. Perencanaan
Perencanaan adalah kegiatan atau
agenda yang dicanangkan dan akan segera dilaksanakan. Dalam konteks manajemen
alat permainan edukatif, supaya menghasilkan perencanaan baik, maka perlu
mempertimbangkan hal-hal berikut ini:
1. Jumlah
dan Usia Anak
Ukuran
ruang kelas untuk anak-anak antara 20-30 peserta didik diperlukan ruang minimal
berukuran 7x8 meter. Untuk mempermudah penyesuaian alat permainan edukatif
dengan usia anak, maka dibuatlah kelas-kelas sesuai dengan usia anak. Usia
inilah yang menentukan apakah seorang anak masuk kelas TPA (tempat penitipan
anak), KB (kelompok bermain), atau TK (taman kanak-kanak). Jadi, kelas-kelas
PAUD bukan didasarkan pada tingkat perkembangan atau tingkat kemampuan anak,
melainkan berdasar pada tingkat usianya.
Inilah
alasannya, mengapa kelas-kelas di TK atau PAUD tidak menggunakan kelas I, II,
dan III, melainkan kelas A1, A2, B1, B2 dan lain sebagainya. Hal yang
membedakan antara A1 dan A2, tidak lain adalah usia anak. Biasanya, selisih
mereka antara 4-6 bulan. Misalnya, jika anak berusia 3 tahun dimasukkan ke
dalam TK, maka ia akan masuk pada kelas A1. Tetapi, jika ia telah berusia 3,6
ke atas, ia akan dimasukkan pada kelas A2. Demikan pula dengan anak-anak di
kelas TK. Jika anak-anak berusia 4 tahun, maka ia akan dimasukkan pada kelas
B1. Tetapi, jika ia telah berusia 5 tahun, ia akan dimasukkan pada kelas B2.
Masing-masing
kelas tersebut mempunyai jenis alat permainan edukatif tersendiri yang berbeda
dengan kelas-kelas yang lain. Dengan demikian, penyesuaian antara tingkat
perkembangan anak dengan alat permainan yang digunakan dapat tercapai.
2. Sistem
Pembiasaan
Sistem
pembiasaan perlu dipertimbangkan dalam pembuatan perencanaan. Sistem pembiasaan
yang dimaksud adalah pembiasaan anak untuk bermain setiap hari. Kebiasaan ini
menuntut jenis permainan yang awet dan tahan lama sehingga walaupun dipakai
setiap hari tetap dalam keadaan baik. Oleh karena itu, ketika mengadakan
(membeli) alat permainan edukatif, jangan hanya mempertimbangkan dana atau uang
semata. Tetapi, kualitas alat permainan harus diutamakan.
Memang,
kondisi keuangan TK selalu menjadi alasan klasik keterbatasan alat permainan
edukatif. Tetapi, hal itu bisa diatasi dengan menyiasati jumlah alat permainan
edukatif secara merata. Dengan kata lain, lebih baik menyediakan alat permainan
edukatif terbatas dalam jumlah yang lengkap, daripada mengadakan alat permainan
edukatif dalam jumlah yang banyak tetapi hanya satu macam. Contohnya, jika
jumlah anak-anak TK adalah dua puluh peserta didik, sehingga diperlukan dua
puluh balok susun, misalnya, maka lebih baik menyediakan lima balok, lima
pasak, lima puzzle, dan lima geometri daripada dua puluh balok susun semata.
3. Keuangan
Pengalokasian
dana untuk pengadaan alat permainan edukatif merupakan kewajiban yang tak boleh
diabaikan. Pengalokasian dana untuk pengadaan alat permainan edukatif tersebut
hendaknya disesuaikan dengan kemampuan sekolah.
Dengan
mempertimbangkan faktor keuangan sekolah, hasil perencanaan dapat lebih matang.
Sehingga, walaupun alat permainannya sedikit (dengan pola giliran secara atau
berurutan dengan baik) bisa mencukupi kebutuhan bermain anak dan sesuai dengan
tingkat perkembangan mereka.
4. Pola
Tata Ruang
Tata
ruang kelas yang satu dengan lainnya harus berbeda-beda, atau jika memungkinkan
bisa diubah sesuai dengan kesenangan anak, di samping pola ruang atau kelas
juga harus diperhatikan pola atau susunan berbagai perabotan ruangan seperti
meja, kursi, rak, lemari, aksesori, dan lain-lain harus dibuat semenarik
mungkin. Sekadar contoh, meja dan kursi untuk anak harus dibuat dari kayu yang
keras, tetapi ringan dan dicat dengan berwarna kontras yang terbuat dari zat
pewarna non-toxid. Hal ini dimaksudkan agar anak-anak dapat menggeser dan
memindah-mindahkan tempat duduknya sesuai dengan kemauan mereka. Rak-rak tempat
menyimpan berbagai alat permainan edukatif juga harus dibuat pendek sehingga
anak dapat mengambil dan mengembalikan alat permainan edukatif yang disukainya
dengan leluasa.
B. Pengadaan
Tinggi rendahnya biaya untuk
pengadaan alat permainan edukatif tidak bisa menjadi ukuran dalam menentukan
efektif atau tidaknya sebuah alat permainan diadakan. Efektivitas alat
permainan edukatif lebih ditentukan oleh tingkat pencapaian perkembangan
aspek-aspek tertentu pada anak melalui kegiatan bermain.
Berikut ini adalah daftar beberapa
jenis alat permainan edukatif sehingga kedua kelompok tersebut:
1. Alat
permainan edukatif di dalam ruangan (aula), yaitu:
-
Beraneka ragam balok yang berukuran
besar maupun kecil dan terbuat dari berbagai macam dan terbuat dari berbagai
macam bahan, seperti kayu, gabus, kain, kardus, dan lain sebagainya.
-
Balok dan gelang susun dengan berbagai
ukuran, mulai dari yang paling besar hingga yang paling kecil.
-
Berbagai macam keping kayu dengan warna
beragam dan bermacam-macam bentuk.
-
Berbagai macam mozaik yang beraneka
warna yang terbuat dari berbagai bahan, seperti kayu, kardus, kertas karton,
dan lain sebagainya.
-
Papan pasak dengan beragam jumlah,
lubang, dan pasaknya.
-
Benda-benda geometri untuk belajar
matematika, seperti kerucut, limas, kubus, silinder tiga dimensi, dan papan
hitung.
-
Gambar bertemakan profesi seseorang.
Gambar ini mencakup foto seorang polisi, petani, dokter, pilot, guru, karyawan,
perusahaan, tukang bangunan, presiden, menteri, jenderal, dan lain sebagainya.
-
Gambar bertemakan alat musik. Gambar ini
mencakup gitar, perkusi, gamelan, organ, piano, seruling, gendang, kecapi,
rebab, dan lain sebagainya.
-
Gambar bertemakan perabotan rumah
tangga. Gambar ini mencakup lemari, sofa, dipan, meja, kompor, alat-alat
memasak, dan lain sebagainya.