assalamualaikum wr wb, selamat datang di blog lulu fitriyani fkip paud

Selasa, 12 Juni 2012

Bermain Seraya Belajar VS Belajar Seraya Bermain


BAB I
BERMAIN VS BELAJAR
A.    Belajar Sambil Bermain
Belajar sambil bermain merupakan kesempatan yang diperoleh anak dalam memilih kegiatan yang disukainya, bereksperimen dengan bermacam bahan dan alat ataupun tidak, berimajinasi, memecahkan masalah dan bercakap-cakap secara bebas, bekerja sama dalam kelompok, dan memperoleh pengalaman yang menyenangkan.  
Menurut Montessori, sebagai mana dikutip oleh Anggani Sudono, ketika anak sedang bermain, anak akan menyerap segala sesuatu yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Anak yang bermain sebenarnya telah menyerap berbagai hal baru yang ada di sekitarnya. Proses penyerapan inilah yang disebut Montessori sebagai proses belajar.
Pemilihan permainan yang selaras dengan perkembangan anak akan mengembangkan aspek kecerdasan tertentu, sehingga kesannya bermain untuk belajar dan bukan bermain untuk mainan itu sendiri. Tekanan pada belajar sambil bermain adalah lebih mengutamakan belajar daripada permainan. Bermain hanya sebatas sarana, bukan sebagai tujuan.  Hal yang terpenting adalah belajar untuk menguasai hal-hal yang baru, bukan belajar bermain mainan baru.

B.     Bermain Sambil Belajar
Bermain sambil belajar membawa harapan dan antisipasi tentang dunia yang memberikan kegembiraan, dan memungkinkan anak berkhayal seperti sesuatu atau seseorang, suatu dunia yang dipersiapkan untuk berpetualang dan mengadakan telaah; suatu dunia anak-anak (Gordone & Browne, 1985:265). Bermain merupakan cermin perkembangan anak Melalui bermain anak belajar mengendalikan diri sendiri, memahami kehidupan, dan memahami dunianya.
Banyak jenis-jenis permainan yang dapat menstimulasi minat belajar anak. Seperti permainan yang khusus mengembangkan keterampilan motorik kasar dan halus, bahasa anak, sosial emosional anak, dan lain sebagainya. Melalui bermain anak akan dapat memuaskan tuntutan dan kebutuhan perkembangan dimensi motorik, kognitif, kreativitas, bahasa, sosial, nilai dan sikap hidup. Jika anak mampu memainkan jenis mainan tertentu secara sempurna, maka anak tersebut bisa dikatakan berhasil dalam bermain sambil belajar.

C.     Bermain untuk Bermain dan Belajar untuk Belajar
Satu-satunya cara agar suasana belajar menjadi menyenangkan dan menantang adalah menggabungkan diantara keduanya, yakni belajar sambil bermain dan bermain sambil belajar. Dengan pola belajar sebagaimana bermain dan pola bermain sebagaimana belajar anak merasa enjoy. Alasannya, tanpa sengaja anak belajar dalam permainan dan bermain dalam belajar. Antara belajar dan bermain sama-sama menyenangkan sekaligus menantang.
Kondisi pembelajaran yang mnyenangkan sekaligus menantang inilah yang mempunyai potensi besar membentuk karakter anak menjadi seorang pembelajar sejati. Hasil belajar anak meningkat tajam karena semakin banyak permainan yang dilakukannya semakin menambah tingkat kecerdasannya.  Inilah karakter seorang pembelajar sejati. Semakin tinggi tingkat kesulitannya, semakin tertantang; semakin rumit tingkat ketelitiannya, semakin membuat meninggikan rasa ingin tahu; semakin luas wilayah kajiannya, semakin menggembirakan untuk dijelajahinya. Inilah kekuatan besar dari gabungan antara belajar dan permainan.

BAB II
SUMBER BELAJAR dan ALAT PERMAINAN EDUKATIF (APE)

A.    Sumber Belajaran
Menurut Sudono, yang dimaksud dengan sumber belajar adalah bahan (termasuk jenis permainan), untuk memberikan informasi maupun berbagai keterampilan peserta didik maupun guru (Sudono, 2000).
Sumber-sumber belajar meliputi:

1.      Aula atau Ruang Tertutup. 
Ruang khusus atau lingkungan yang kondusif disediakan  agar anak mendapat ruang yang dapat digunakan bebas berkreasi. Aula atau ruang kosong dalam sebuah rumah menjadi salah satu alternatif area kebebasan kretivitas anak. Hal yang perlu diperhatikan pada ruang tertutup adalah penataan atau pengelolaannya. di ruang ini, anak bebas melakukan apa saja tanpa hambatan dan batasan. Tetapi, orang tua atau orang yang lebih dewasa  tetap masih dibutuhkan untuk memantau keamanan anak. Sebab, anak-anak tidak mampu mengendalikan kreativitasnya sendiri ketika melakukan hal-hal yang berbahaya. Orang tua perlu melengkapi isi ruangan dengan berbagai macam alat permainan edukatif yang menarik perhatian anak.
Berikut ini adalah beberapa jenis alat permainan yang perlu disediakan di dalam ruang atau aula tempat bermain anak,antara lain:
·         Balok  dengan berbagai ukuran yang terbuat dari gabus atau kain
·         Balok susun dengan ukuran beraturan, dari yang kecil sampai yang besar
·         Mozaik dan papan pasak
·         Benda-benda berbentuk geometri
·         Papan  berwarna-warni dengan beraneka ragam bentuk
·         Menara susun beraneka ragam bentuk: menara gelang, kubus. segitiga, segi enam,silinder dan lain sebagainya
·         Berbagai gambar bertema yang lengkap, seperti: tema binatang yang memuat gambar sapi, kuda, kucing, kambing, dan lain-lain; gambar bertema bangunan, seperti: rumah, gedung, masjid, kantor pos, dan lain-lain; gambarbertemakan transportasi, seperti: kereta api, pesawat terbang, bus, mobil, dan lain-lain.
·         Balok berbentuk huruf dan bilangan.
Dengan tersedianya ruang secara khusus atau aula untuk kebebasan kreativitas anak, orang tua dapat menghindarkan diri dari sikap melarang kebebasan anaknya. Perabot serta barang-barang akesori rumah tangga tetap terjaga keteraturannya, karena kreativitas anak telah tersalurkan di aula yang telah disediakan.



2.      Lapangan atau Ruang Terbuka
Alam tebuka dalam artian yang lebih luas (sawah, kebun, peternakan, dll) bisa dimanfaatkan sebagai area bermain anak. Anak-anak bisa melihat secara langsung, menyentuh secara nyata (jika memungkinkan), mendengar suara asli dari binatang yang ada di peternakan, dan mencium aroma berbagai binatang atau buah-buahan yang ada di kebun. Hal ini mampu meningkatkan fungsi panca indra anak secara maksimal. Jika sepulangnya dari lapangan anak-anak diberi kesempatan untuk menceritakan ulang kepada orang tua atau temannya perihal apa saja uang baru dilihatnya. Pengembangan seperti ini secara tidak langsung akan mengembangkan kemampuan berbahasa anak. Inilah salah satu kelebihan sumber belajar di ruang terbuka. Di samping mengembangkan fungsi panca indra, juga meningkatkan kemampuan berbahasa.
Beberapa alat permainan edukatif yang selayaknya tersedia di ruang terbuka adalah sebagai berikut:
o   Kursi jungkit menyerupai kuda-kudaan
o   Kolam renang dengan kedalaman 60-80 cm
o   Papan luncur di sebelah kolam renang yang bentuknya menyerupai gajah
o   Ban mobil bekas yang telah dicat untuk digelindingkan
o   Titian berbentuk binatang yang beragam
o   Papan jungkit dari kayu
o   Ayunan kursi dan ayunan gantung
o   Bola dunia untuk bermain memanjat
o   Anyaman tali besar (tambar) untuk memanjat
o   Terowongan buatan atau gorong-gorong,dll.

Walaupun ruangan terbuka sebagai sumber belajar telah dilengkapi dengan berbagai permainan yang telah disebutkan, tetapi tetap saja tidak akan mampu mewakili alam terbuka secara luas.

Marjorie J. Kostelnik dari Michigan State University memperkenalkan cara baru untuk anak-anak TK di perkotaan supaya dapat memanfaatkan alam terbuka sebagai sumber belajar. Cara baru tersebut adalah karya wisata yang menyediakan area bermain untuk anak-anak. Dengan kegiatan karya wisata ini, anak-anak dapat mengenal alam secara lebih dekat. Bagi anak-anak, karya wisata bukan kegiatan hiburan untuk bersenang-senang semata, tetapi mengandung nilai edukatif yang sangat tinggi.
Guru dan orang tua harus bisa menjamin dan memastikan suatu area, baik lapangan maupun alam terbuka bebas dari tumbuhan liar, binatang berbisa, dan benda-benda tajam lainnya. Sehingga, anak dapat bermain dengan bebas dan sesuka hatinya, tanpa ada rasa takut terhadap benda-benda di alam terbuka tersebut. Walaupun demikian, pendampingan guru dan orang tua tetap diperlukan, mengingat kreativitas anak di alam terbuka sangat sulit dikendalikan. Sudono memberikan rekomendasi bahwa perbandingan antara guru dan jumlah anak ketika karya wisata adalah satu banding lima (1:5). Artinya, setiap satu guru, maksimal menadampingi lima anak.

3.      Perpustakaan
Buku-buku yang ada di TK adalah buku anak yang full colour, warnanya cerah, banyak gambar dan sedikit tulisan. Sehingga, anak-anak senang ketika melihat gambar dalam buku tersebut. Denga modal ketertarikan terhadap gambar inilah guru dapat menstimulasi atau menumbuhkan minat baca pada anak.
Terbatasnya buku-buku di perpustakaan sekolah TK justru bisa menjadi motivasi tersendiri untuk mengadakan perpustakaan pribadi di rumah atau keluarga. Jika pengadaan perpustakaan di rumah teras berat, langkah satu-satunya yang bisa ditempuh adalah mengganti uang saku anak dengan bekal makan dari rumah. sehingga, uang yang seharusnya digunakan jajan bisa dialihkan untuk membeli buku. Hal yang perlu diperhatikan dalam pembelian buku anak ini adalah warnanya menarik, banyak gambar-gambar yang indah, kertasnya halus  dan tebal (supaya tidak mudah robek), dan sedikit tulisan hurufnya.

4.      Narasumber
Narasumber atau lebih dikenal sebagai ahli di bidang tertentu menjadi sumber belajar tersendiri bagi anak, guru, maupun orang tua. Beberapa narasumber tersebut adalah para psikolog anak, dokter spesialis anak, ahli cerita (dongeng), ahli bermain, dan para professor di bidang PAUD.
Guru-guru TK masih jarang yang mempunyai kompetensi atau keahlian seperti itu. Jika di sekolah-sekolah TK hendak mengadakan kegiatan yang berkaitan dengan ke-TK-an, mereka biasanya mengundang narasumber dari luar. Apabila terlalu memberatkan, ada jalan lain yang bisa ditempuh. Misalnya, di daerah tertentu didirikan organisasi  guru TK. Sebut saja organisasi tersebut PGTK. Organisasi ini bisa menyelenggarakan kegiatan dengan menghadirkan narasumber yang mempunyai keahlian di bidang anak-anak.

5.      Media Cetak
Sumber belajar yang tidak kalah pentingnya adalah berbagai media, seperti media cetak, media elektronik, dan media massa. Anak-anak perlu diperkenalkan dengan berbagai media tersebut sejak diniagar dapat mengantisipasi penyakit zaman yang disebut gaptek atau gagap teknologi. Tetapi, sumber belajar jenis media banyak mengandung dampak negatif yang memerlukan antisipasi tingkat tinggi. Contohnya, televisi dan komputer yang termasuk playstation.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang “kecanduan” bermain PS atau duduk manis di depan televise membahayakan jiwa sosial dan emosional anak. Anak menjadi pasif dan individualistic karena disebabkan oleh kedua jenis media tersebut cukup menyenangkan anak ketika bermain tanpa melibatkan teman-temannya. Bahkan, permainan tersebut mampu membuat senang anak tanpa harus bergerak atau bereaksi sedikit pun (Britton,1992).

B.     Alat Permainan Edukatif (APE) sebagai Sumber Belajar
Alat permainan edukatif (APE) adalah segala bentuk permainan yang dapat memberikan pengetahuan dan kemampuan anak dan dapat mengembangkan aspek tertentu pada anak. Permainan jenis ini dapat diciptakan dengan membuat alat permainan yang memilki sifat-sifat seperti bongkar pasang, pengelompokkan, memadukan, membentuk, mengetok, menyusun, dan lain sebagainya (Sudono, 2000). 
Ketiga basis permainan tersebut yaitu:
1.      Alat Permainan Edukatif (APE) Berbasis Media
Pada tahun 1972, Dewan Nasional Indonesia kesejahteraan sosial telah memperkenalkan istilah APE. APE ini merupakan pengembangan proyek pembuatan buku keluarga dan balita yang dikelola oleh Kantor Menteri Urusan Peranan Wanita. Karena keberhasilan proyek tersebut, APE digunakan di seluruh wilayah Indonesia melalui program-program BKKBN dan ibu-ibu PKK (Sudono, 2000). Adapun beberapa APE yang dihasilkan antara lain:
§  Boneka dari kain, balok bangunan polos, balok ukur polos
§  Menara gelang segitiga, bujur sangkar, lingkaran dan segi enam
§  Tangga kubus dan tangga silinder
§  Krincingan bayi, gantungan bayi, beberapa puzzle,
§  Kotak gambar pola, papan pasak 25, dan papan pasak 100.
Seiring berkembang pesatnya kebutuhan dan perkembangan zaman, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan sub Direktorat Pendidikan TK (taman kanak-kanak) juga mempunyai seperangkat alat permainan edukatif sebagai berikut:
*      Balok bangunan PDK, papan pengenalan nama
*      Papan pengenalan kubus, beberapa puzzle
*      Latto yang sama, sejenis dan padanan
*      Boneka keluarga, papan nuansa warna, pohon hitung dan masih banyak lagi.
2.      Alat Permainan Edukatif (APE) Montessori
Ketertarikan Montessori pada pendidikan anak berfokus pada keterbelakangan mentalnya. Ia terkesan oleh sebuah program yang menginstitusionalisasikan anak-anak terbelakang menjadi lapar akan pengalaman. Montessori merasa bahwa mereka bisa dididik layaknya anak-anak normal jika kita dapat menemukan metode yang benar (William Crain, 2007).
Montessori melakukan pengujian ide-ide baru dan perbaikan-perbaikan metode mengajarnya. Ujung dari perjalanan panjang penelitiannya, Montessori menemukan Sembilan (9) masa peka anak yang masing-masing masa peka itu memerlukan metode dan alat permainan edukatif tersendiri. Kesembilan (9) masa peka yang dikemukakan oleh Sudono yaitu:
No
Usia anak
Masa Peka
1
0-3 tahun
Masa penyerapan total: perkenalan dan pengalaman panca indera sensorik
2
1,5-3 tahun
Perkembangan bahasa
3
1,5-4 tahun
Perkembangan dan koordinasi antara mata dan otot-ototnya, perhatian anak ke benda-benda kecil
4
2-4 tahun
Perkembangan dan penyempurnaan gerakan-gerakan perhatian anak pada hal-hal yang nyata
5
2,5-6 tahun
Penyempurnaan penggunaan panca indera
6
3-6 tahun
Peka terhadap pengaruh orang dewasa
7
3,5-4,5 tahun
Mulai mencoret-coret
8
4-4,5 tahun
Indera peraba mulai berkembang
9
4,5-5,5 tahun
Mulai tumbuh minat baca

Montessori menggunakan tiga prinsip utama untuk memberikan APE pada anak, yaitu:

Ø  Pendidikan usia dini (early childhood)
Prinsip ini menekankan pada perhatian secara penuh terhadap kebiasaan dan pengetahuan dasar yang dibutuhkan anak sesuai dengan tingkat perkembangannya. Bahkan, cara pembelajaran dan cara bermainnya juga disesuaikan dengan cara belajar anak yang khas, bukan ditentukan oleh guru dan orang tua. Montessori menemukan bahwa anak-anak mampu belajar dan bermain sendiri yang unik dan khas serta bersifat refleks, spontan dan tanpa tekanan.

7
Ø  Lingkungan pembelajaran (the learn environment)
Prinsip ini menekankan pada kesesuaian antara bermain dan belajar dengan lingkungan. Caranya Montessori mengajak anak-anak membantu pekerjaan orang tua yang ringan-ringan, seperti mencuci baju, mainan, perabotan atau sekedar memandikan boneka.
Ø  Peran guru (the role of the teacher)
Prinsip ini menekankan pada peranan guru dalam pembelajaran dan permainan anak. Montessori menegaskan bahwa tugas orang tua dan guru hanya sebatas fasilitator. Artinya, guru harus melayani kebutuhan anak. Disamping itu, tugas guru dan orang tua adalah mengemas berbagai permainan dan pembelajaran sehingga menyenangkan bagi anak. Atas dasar rasa senang inilah rasa ingin tahu anak akan terus berkembang, sehingga ada komunikasi yang intensif antara anak, dan guru serta orang tua.

3.      Alat Permainan Edukatif (APE) Peabody
Dalam perangkat APE Peabody tersebut terdapat banyak benda mainan, seperti boneka dua tangan yang  berfungsi sebagai mediator, yaitu P.Moone dan Zoey, satu tongkat  ajaib, satu kantong pintar, Papan magnet, seperangkat bentuk yang terbuat dari logam atau piringan hitam yang berisi lagu maupun cerita, dan berbagai gambar untuk meningkatkan kosakata serta konsep lainnya.
Berbagai alat permainan edukatif  tersebut deprogram, sehingga dapat memberikan pengetahuan dasar yang mengacu pada pengembangan bahasa secara intensif, yaitu pengenalan bentuk, warna serta berbagai kosakata yang sederhana dan mudah dipahami anak.

4.      Alat Permainan Edukatif (APE) Berbasis Kegiatan
Alat permainan edukatif (APE) berbasis kegiatan adalah permainan yang tanpa mengandalkan alat atau tidak memerlukan seperangkat alat dan bahan berbentuk materi. Alat permainan edukatif yang berbasiskan pada  kegiatan lebih menekankan pada perkembangan motorik kasar.
Berikut ini adalah beberapa contoh jenis permainan edukatif berbasis kegiatan:
-          Bermain  Petak Umpet, adalah permainan yang dilakukan oleh dua anak atau lebih, dimana kegiatan intinya adalah sembunyi dan mencari. Permainan ini bermanfaat untuk mengembangkan kecerdasan visual-spasial, terutama melatih kemampuan untuk melihat objek dengan tingkat kedetailan tertentu. Permainan ini juga dapat melatih gerak ketangkasan anak dengan cara mencari tempat persembunyian.
-          Bermain Memimpin Bergilir, adalah permainan yang dilakukan beberapa anak, dimana ada sebagian anak yang dipimpin dan ada seorang yang memimpin jalannya permainan. Tetapi, semua anak akan mengalami dipimpin dan memimpin. Permainan ini dapat menumbuhkan sifat kreatif, loyal, disiplin, dan sabar dalam diri anak. Permainan ini juga akan menumbuhkan sikap teratur dan menghargai orang yang berhak dihormati.
-          Bermain Nama, adalah memberi “makna” atau gelar sebagai julukan kepada anak-anak. Makna dari nama atau gelar dan julukan ini harus diambil dari kata-kata positif yang mencerminkan kelebihan anak tersebut. Permainan ini bermanfaat untuk menumbuhkan rasa percaya diri pada anak. Apa pun kelebihan dan kekurangan anak anda, ia bisa tampil dihadapan teman-temannya dengan penuh rasa percaya diri, berani, dan piawai dalam membawakan diri dalam bergaul.
-          Bermain Tepuk, adalah kegiatan memukulkan secara teratur kedua telapak tangan sehingga menghasilkan bunyi yang teratur. Jika tepuk tangan ini diatur sedemikian rupa, maka bunyi yang dihasilkannya akan membentuk irama tertentu.
Permainan tepuk tangan mempunyai banyak fungsi, seperti meningkatkan kecerdasan musikal, mengembangkan gerak motorik halus, dan jika permainan tepuk dilakukan secara kelompok, maka permainan ini juga mampu meningkatkan kecerdasan sosial-emosional dan kecerdasan interpersonal.

5.      Alat Permainan Edukatif (APE) Berbasis Komputer
Alat permainan edukatif berbasis komputer merupakan sumber belajar ber- teknologi tinggi bagi anak. Pelajaran penting yang bisa didapat anak adalah ketangkasan dan keterpaduan reflektif antara mata dan tangan. Alat permainan edukatif berbasis komputer menuntut anak bereaksi dengan sangat cepat melalui koordinasi mata dan tangan sehingga menghasilkan reaksi berupa menekan tombol. Tetapi, ketangkasan yang diperoleh dari permainan berbasis komputer terkesan “tidak rasional”. Berbagai penelitian membuktikan bahwa anak-anak yang banyak menghabiskan waktu bermainnya dengan komputer maka ketika dewasa justru menjadi anak yang pasif dan individualis.
Dengan mempertimbangkan dampak positif (ketangkasan) dan dampak negatif (individualis dan pemalas) yang ditawarkan alat permainan berbasis komputer ini, orang tua dan guru hendaknya dapat memilih dan memilah jenis-jenis program bermain yang meminimalisasi dampak negatif anak dan mengoptimalkan pelajaran yang terkandung di dalamnya.

C.     Materi Belajar dalam Setiap Jenis Permainan
Guru dan orang tua harus pandai-pandai memilih jenis-jenis permainan tertentu yang benar-benar mampu mengembangkan kecerdasan anak. Gardner menemukan Sembilan jenis  kecerdasan  yang meliputi:
1.      Kecerdasan bahasa atau verbal-linguistik, berkaitan erat dengan kata-kata, baik lisan maupun tertulis beserta dengan aturan-aturannya. Seorang anak yang cerdas mempunyai kemampuan untuk menyusun pikiran dengan jelas dan menggunakan kemampuan ini secara kompeten melalui kata-kata untuk mengungkapkan ide dan pikiran dalam berbicara, membaca dan menulis.
Guru perlu menyediakan peralatan membuat tulisan, menyediakan tape recorder, menyediakan mesin ketik, atau keyboard untuk belajar mengidentifikasi huruf dalam kata-kata. Selain itu, berikan dongeng pada mereka dan lakukan tanya jawab. Sesekali membawa anak-anak ke toko buku atau perpustakaan merupakan langkah yang tepat. 
Menurut Gardner (dalam Amstrong, 1996), kecerdasan linguistic “meledak” pada awal masa kanak-kanak dan tetap bertahan hingga usia lanjut. Kaitannya dengan sistem neurologis, kecerdasan ini terletak pada otak bagian kiri dan lobus bagian depan. Kecerdasan linguistic dilambangkan dengan kata-kata, baik lambang primer (kata-kata lisan) maupun sekunder (tulisan).  
2.      Kecerdasan mathematic-logis, adalah kemampuan untuk menangani bilangan dan perhitungan, mengolah angka, pola dan pemikiran logis-ilmiah atau kemahiran menggunakan logika. Anak-anak yang mempunyai kelebihan dalam kecerdasan logika-matematika tertarik memanipulasi lingkungan serta cenderung suka menerapkan strategi coba-ralat. Mereka suka menduga-duga sesuatu.
Anak-anak yang cerdas dalam logika-matematika menyukai kegiatan bermain yang berkaitan dengan berpikir logis, seperti dam-daman, mencari jejak (maze), menghitung benda-benda, timbang menimbang, dan permainan strategi. Anak-anak yang cerdas dalam logika-matematika, cenderung mudah menerima dan memahami penjelasan sebab-akibat. Mereka juga suka menyusun sesuatu dalam kategori atau hierarki seperti urutan besar ke kecil, panjang ke pendek, dan mengklasifikasi benda-benda yang memiliki sifat sama.
Guru dapat menstimulasi kecerdasn logika-matematika anak dengan memberikan materi-materi konkret yang dapat dijadikan bahan percobaan, seperti permainan mencampur warna, permainan aduk garam- aduk pasir. Kecerdasan logika-matematika juga dapat ditumbuhkan melalui interaksi positif yang mampu memuaskan rasa ingin tahu anak.
Menurut Gardner, kecerdasa logika-matematika bersemayam di otak depan sebelah kiri dan parietal kanak. Kecerdasan ini dilambangkan dengan angka-angka dan lambang matematika lain. Kecerdasan ini memuncak pada masa remaja dan masa awal dewasa. Beberapa kemampuan matematika tingkat tinggi akan menurun setelah usia 40 tahun. 
3.      Kecerdasan visual-spasial, adalah kemampuan untuk melihat secara detail, dan bisa menggunakan kemampuan ini untuk melihat segala objek yang diamati. Kecerdasan ini bisa merekam apa yang dilihat dan mampu dilukiskannya kembali melalui kemampuan menangkap warna, arah, dan ruang secara akurat.
Menurut Amstrong 1996, Anak yang cerdas dalam visual-spasial memiliki kepekaan terhadap warna, garis-garis, bentuk-bentuk, ruang, dan bangunan. Mereka memiliki kemampuan membayangkan sesuatu, melahirkan ide secara visual dan spasial (dalam bentuk gambar atau bentuk yang terlihat mata). Mereka memiliki kemampuan mengenali identitas objek ketika objek tersebut ada dari sudut pandang yang berbeda. Mereka juga mampu memperkirakan jarak dan keberadaan dirinya dengan sebuah objek ( Indra Supit, dkk, 2003). 
Guru dapat merangsang kecerdasan visual-spasial dengan melalui berbagai program seperti melukis, membentuk sesuatu dengan plastisin, mengecap, dan menyusun potongan gambar. Guru perlu menyediakan berbagai fasilitas yang memungkinkan anak mengembangkan daya imajinasi mereka, seperti alat-alat permainan konstruktif (puzzle), alat-alat dekoratif dan berbagai buku bergambar.
Menurut Howard Gardner (1993), kecerdasan visual spasial mempunyai lokasi di otak bagian belakang hemisfer kanan. Kecerdasan ini berkaitan erat dengan kemampuan imajinasi anak. Pola pikir tipologis (bersifat mengurai bagian-bagian dari suatu objek) pada awal masa kanak-kanak memungkinkan mereka menguasai kerangka  pikir Euclidean pada usia 9-10 tahun. Kepekaan artistic pada kecerdasan ini tetap bertahan hingga seseorang itu berusia tua.    
4.      Kecerdasan musical, adalah kemampuan untuk menyimpan nada atau irama musik dalam pikiran seseorang. Orang yang mempunyai kecerdasan ini sering kali lebih mudah mengingat sesuatu jika diiringi dengan irama musik melalui kemampuan menangkap bunyi-bunyi, membedakan, menggubah dan mengekspresikan diri melalui bunyi-bunyi atau suara-suara bernada dan berirama.
Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada irama, melodi, dan warna suara. Anak-anak yang cerdas dalam musikal cenderung cepat menghapal lagu-lagu dan bersemangat ketika diperkenalkan dengan lagu. Jika disuguhkan musik, anak dengan kecerdasan ini terlihat menikmati, bahkan menggerak-gerakkan tubuhnya sesuai dengan irama musik tersebut. Mereka cenderung senang bermain alat musik atau bahkan bermusik dengan benda-benda tak terpakai.
Guru perlu memfasilitasi anak agar dapat berekspresi secara musikal melalui salam berirama, deklamasi,menyanyi bersama, tepuk bernada dan bila mungkin orchestra kaleng bekas.
Menurut Campbell 1996, musik memberikan efek yang meredakan setelah melakukan aktivitas fisik, membangkitkan kembali energi yang terkuras, dan mengurangi stres yang biasanya menyertai anak-anak setelah melakukam tugas-tugas akademik yang berat. Kehadiran musik di dalam metode sugestopedia merupakan contoh diintegrasikannya musik dalam proses pembelajaran.Musik dimanfaatkan dalam metode tersebut sebagai relaksasi sekaligus pembangkit memori siswa. Sesuai dengan hasil penelitian bahwa vibrasi pada musik klasik mampu merangsang sel-sel otak sehingga sel-sel tersebut bekerja lebih aktif (Monty alam Indra Supit, 2003).
Menurut Gardner 1993, kecerdasan musikal merupakan kecerdasan yang tumbuh paling awal dan muncul secara tidak terduga dibandingkan dengan bidang lain pada intelegensi manusia. Kecerdasan musikal mampu bertahan hingga usia tua. kecerdasan musikal mempunyai lokais di otak bagian  kanan.           
5.      Kecerdasan kinesthetic, adalah kemampuan untuk menggunakan anggota tubuhnya untuk segala kebutuhan atau kepentingan hidup. Dengan kecerdasan ini, seseorang bisa mewujudkan apa yang dipikirkan dengan gerak fisik melalui kemampuan menggunakan gerakan gerak seluruh tubuh untuk mengekspresikan ide dan perasannya serta keterampilan mempergunakan tangan untuk mencipta atau mengubah sesuatu. Stimulasi kecerdasan kinestetik terjadi pada saat bermain. Pada saat bermain itulah anak berusaha melatih koordinasi otot dan gerak. Stimulasi kinestetik terjadi dalam wilayah-wilayah berikut:
-          koordinasi mata-tangan dan mata-kaki, seperti menggambar, menulis, melempar, menendang, dan menangkap
-          keterampilan lokomotor, seperti berjalan, berlari, melompat, berbaris, meloncat, merayap, berguling dan merangkak
-          keterampilan non lokomotor, seperti membungkuk, menjangkau, memutar tubuh, merentang, mengayun, berjongkok, duduk dan berdiri
-          kemampuan mengontrol dan mengatur tubuh seperti menunjukkan kesadaran tubuh, kesadaran ruang, keseimbangan, dan mengubah arah.
Anak yang cerdas dalam gerak kinestetik terlihat menonjol dalam kemampuan fisik (terlihat lebih kuat, lebih lincah) dan memiliki koordinasi tubuh yang baik dari anak-anak seusianya. Gerakan-gerakan mereka terlihat seimbang, luwes dan cekatan daripada anak-anak seusianya.
Guru dapat memfasilitasi anak-anak yang memiliki kecerdasan ini dengan member kesempatan pada mereka untuk bergerak. Pembelajaran dirancang sedemikian rupa sehingga anak-anak leluasa bergerak dan memiliki peluang untuk mengaktualisasikan dirinya secara bebas. Pembeljaran dapat dilakukan di luar ruangan seperti meniti titian, berjalan satu kaki, senam irama, merayap dan lari jarak pendek. Permainan yang bermuatan akademis sangat membantu aak-anak menyalurkan kebutuhan mereka untuk bergerak.
Menurut Gardner, kecerdasan gerak kinestetik mempunyai lokasi di otak serebelum (otak kecil), basal ganglia (otak keseimbangan), dan motor korteks. Kecerdasan ini memiliki wujud relatif bervariasi , bergantung pada komponen-komponen kekuatan atau fleksibilitas serta doimain seperti tari dan olahraga.
6.      Kecerdasan interpersonal, adalah kemampuan untuk berhubungan dengan orang-orang di sekitarnya, bisa merasakan secara emosional, memperkirakan secara temperamen suasana hati, dan maksud serta kehendak orang lain. Menurut Gardner Kecerdasan interpersonal dibangun antara lain oleh kemampuan inti untuk mengenali perbedaan, khususnya perbedaan besar dalam suasana hati, motivasi, dan intensi  atau maksud (Gardner, 1993).
Kecerdasan interpersonal dapat diasah melalui bermain. Selama bermain itu, anak-anak berinteraksi dengan teman sebaya dan guru mereka. Pengasahan itu terjadi karena anak:
-       mempraktikkan  keterampilan berkomunikasi baik verbal maupun non verbal dengan cara menegosiasikan peran, mencoba memperoleh keuntungan saat bermain atau mengapresiasi perasaan teman lain
-       merespon perasaan teman sepermainan disamping menunggu giliran dan berbagi materi serta pengalaman
-       bereksperimen dengan peran-peran di rumah, sekolah dan komunitas dengan menjalin kontak dengan kebutuhan dan kehendak orang lain.
-       mencoba melihat sudut pandang orang lain. Begitu anak bersentuhan dengan konflik tentang ruang, waktu, materi, dan aturan, mereka membangun strategi resolusi konflik secara positif (Isenberg dan Jalongo,1993).
Riset mengenai otak menunjukkan bahwa otak bagian depan memegang peran yang sangat penting dalam pengetahuan interpersonal. Kerusakan pada bagian ini dapat menyebabkan perubahan kepribadian yang besar (Gardner,1993).
Kecerdasan interpersonal ini bersemayam, terutama pada hemisfer kanan dan sisitem limbik. Kecerdasan ini dipengaruhi oleh kualitas kedekatan atau ikatan kasih sayang selama masa kritis tiga tahun pertama (Amstrong,1996). Oleh karena itu, anak yang dipisahkan dari ibunya pada masa pertumbuhan awal, mungkin akan mengalami permasalahan yang serius. Selain itu, kecerdasan interpersonal juga dipengaruhi oleh interaksi sosial manusia (Gardner,1993).      
7.      Kecerdasan intrapersonal, adalah kemampuan untuk mengenali dan memahami diri sendiri serta berani bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri. Kecerdasan intrapersonal berkaitan dengan aspek internal dalam diri seseorang seperti, perasaan hidup, rentang emosi, kemampuan untuk membedakan emosi-emosi, menandainya dan menggunakannyauntuk memahami dan membimbinh tingkah laku sendiri (Gardner,1993).
Anak-anak dengan kecerdasan intrapersonal yang baik terlihat lebih mandiri, memiliki kemauan yang keras, penuh percaya diri, memiliki tujuan-tujuan tertentu(Schmidt, 2002). Mereka tidak mengalami masalah ketika dibiarkan “bekerja sendiri karena mereka cenderung memiliki gaya “belajar” tersendiri. Mereka juga suka menyendiri dan merenung (Armstrong, 2002). Dorongan tumbuhnya kecerdasan intrapersonal harus disertai dengan sikap positif para guru dalam menilai setiap perbedaan individu. Pujian yang tulus, sikap tidak mencela, dukungan yang positif, menghargai pilihan anak, serta kemauan mendengarkan cerita dan ide-ide anak merupakan stimulasiyang sesuai untuk menumbuhkan kecerdasan intrapersonal ini.
Kecerdasan intrapersonal mempunyai tempat di otak bagian depan. Kerusakan otak bagian ini kemungkinan akan menyebabkan orang mudah tersinggung atau euphoria. Sementara kerusakan di bagian yang lebih atas, kemungkinan besar akan menyebabkan sikap acuh tak acuh (cuek), enggan-lesu, lamban dan apati (semacam depresi).
8.      Kecerdasan naturalist, adalah kemampuan mengenali lingkungan dan mem-        perlakukannya secara proporsional melalui kemahiran dalam mengenali dan mengklasifikasikan flora dan fauna dalam lingkungannya. Kecerdasan ini juga berkaitan dengan kecintaan seseorang pada benda-benda alam, binatang, dan tumbuhan. Kecerdasan naturalis juga ditandai dengan kepekaan terhadap bentuk-bentuk alam, seperti daun-daunan, awan, batu-batuan.
Kecerdasan naturalis dapat ditumbuhkan melalui berbagai cara:
-       guru dapat mengajak anak-anak menikmati dan mengamati alam terbuka, pembelajaran dapat dilakukan di luar kelas.
-       guru dapat menyediakan materi-materi yang tepat untuk naturalis, seperti membiasakan menyiram tanaman di halaman TK setiap pagi, menanam biji-bijian dalam media yang mudah dibawa dan mengamati pertumbuhannya.
-       Guru dapat menciptakan permainan dan program pembelajaran yang berkaitan dengan unsur-unsur alam, seperti membandingkan berbagai bentuk daun dan bunga, mengamati perbedaan tekstur pasir, tanah, dan kerikil, mengoleksi biji-bijian, dan menirukan karakteristik binatang tertentu.
-       guru dapat menyediakan buku-buku dan VCD yang memuat seluk-beluk hewan, alam, dan tumbuhan dengan gambar-gambar yang bagus dan menarik.
Dalam kadar kecil, kecerdasan naturalis dapat diwujudkan dalam kegiatan investigasi, eksperimen, menemukan elemen, fenomena alam, pola cuaca, kondisi yang mengubah karakteristik sebuah benda sepert es mencair ketika terkena panas matahari (Hutinger, 2003).Kecerdasan naturalis berada di wilayah-wilayah parietal kiri. Kecerdasan ini muncul secara dramatis pada sebagian anak. Kecerdasan ini, menurut Leslie Owen Wilson dalam tulisannya The Eight Intelligence: Naturalistic Intelligence (2000 dalam Indra Supit, dkk, 2003) berkaitan dengan wilayah otak yang peka terhadap pengenalan bentuk atau pola, membuat hubungan yang sangat tidak kentara. Bukan hanya itu, kecerdasan naturalis juga berkaitan dengan wilayah otak  yang peka terhadap sensori persepsi dan bagian otak yang berkaitan dengan membedakan dan mengklasifikasikan sesuatu, yaitu otak bagian kiri.
9.      Kecerdasan eksistensial, adalah kemampuan untuk merasakan dan menghayati berbagai pengalaman spirit atas ajaran atau pemahaman sebuah keyakinan kepada Tuhan melalui kemampuan seseorang untuk menempatkan diri dalam lingkup kosmos yang terjauh, dengan makna hidup, makna kematian, nasib dunia jasmani maupun rohani, dan dengan makna pengalaman mendalam seperti cinta atau kesenian (Armstrong, 2002).
Kecerdasan eksistensial juga berkaitan dengan  kemampuan merasakan, memimpikan, dan menjadi pemikir yang menyangkut hal-hal yang besar seperti menjadi pemimpin (Theacorn, 2003).
Sama dengan kecerdasan lainnya, kecerdasan eksistensial mulai muncul pada awal masa kanak-kanak. Karena anak-anak belum mempunyai penyaring kebudayaan seperti orang dewasa, mereka selalu dapat menerima rahasia kehidupan dan secara terus menerus mengajukan pertanyaan besar yang sulit dijawab oleh orang dewasa di sekitarnya (Armstrong, 2002).
Kecerdasan eksistensial, menurut Armstrong (2002) sangat sulit untuk diuji. Frekuensi seseorang dalam memikirkan kematian, misalnya mungkin dapat digunakan untuk menguji kesadaran eksistensialnya. Kesadaran eksistensial dan dapat juga merupakan refleksi dari keengganan anak untuk melaksanakan kegiatan rutin sekolah.

BAB III
MEMILIH PERMAINAN EDUKATIF YANG MENCERDASKAN

A.    Disesuaikan dengan Perkembangan Anak
Montessori pernah mengemukakan bahawa setiap anak pasti akan melewati masa peka atau periode sensitive (Montessori,1936). Setiap dalam masa peka tersebut anak-anak membutuhkan permainan yang berbeda-beda. Jika pemberian mainan tidak sesuai dengan masa peka atau periode sensitif yang dilewatinya, maka permainan tersebut tidak akan membawa dampak apa-apa, kecuali anak menjadi benci terhadap permainan tersebut. kriteria pertama memilih jenis permainan edukatif tersebut.
William Craim meringkas masa peka Montessori menjadi lima periode sensitif. Kelima periode sensitive tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Periode Keteraturan
Periode keteraturan adalah masa ketika anak senang beraktivitas secara teratur.  Masa ini berlangsung dari lahir sampai pada usia 3 tahun. Sekadar contoh, anak senang mengambil benda mainannya dan mengembalikannnya seperti semula , jika ia melihat cangkir tidak pada tempatnya, ia senang mengembalikan pada tempat seperti biasanya.  Jika tidak, ia akan menangis sebagai tanda tidak menyukai kejadian itu. Bahkan, sering kali anak bisa “marah” ketika melihat seseorang memindahkan barang mainannya tidak pada tempatnya, meskipun diletakkan pada tempat yang lebih baik (Crain, 2007).
Pada masa ini, pemilihan permainan yang paling utama adalah keteraturan. Contohnya,  mengambil dan mengembalikan benda mainan secara teratur, menggunakan alat permainan sesuai dengan ketentuan, meletakkan benda pada tempatnya, dan lain sebagainya.
2.      Periode Detail
Periode detail adalah masa ketika anak senang mengamati objek (benda mainan) dengan sangat detail selama beberapa detik (Montessori, 1936). Dunia anak sangat berbeda dengan orang dewasa, oleh karena itu memaksa anak sesuai dengan kehendak orang dewasa adalah kurang tepat.
Pemilihan jenis permainan yang tepat pada masa ini adalah permainan yang mempunyai tingkat kedetailan tertentu, sehingga mampu mengasah ketajaman pengamatan detail anak seperti contoh gamabar seorang polisi yang bisa digunakan. Pada masa ini, mungkin anak akan mengamati peluit yang dibawa polisi, atau simbol di atas tutup kepala, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, jangan memberikan jenis-jenis permainan yang mempunyai detail kurang baik., seperti gambar mayat yang masih berdarah, atau semacambenda-benda kotor lainnya. Usahakan memilih permainan yang mempunyai tingkat kedetailan yang sangat indah dan menawan.
3.      Periode Penggunaan Tangan
Pada masa ini, anak senang memegang, meremas, menarik dan menyobek. Bahkan, tanpa diajari ia akan berusaha membuka dan menutup objek dan memasukkannya ke dalam kotak yang tersedia. Periode ini berlangsung selama 18 bulan hingga 3 tahun (Crain, 2007). Dua tahun kemudian, anak-anak mulai meningkatkan gerakan gerakan indera sentuhannya seperti memasukkan jari ke dalam mulut.
Pemilihan permainan yang tepat pada masa ini adalah permainan yang aman sehingga tidak melukai ketika diremas, seperti permainan yang terbuat dari plastic dan mainan lentur lainnya. Dan pastikan bahwa bahan mainan tersebut tidak beracun, sehingga aman ketika dimasukkan ke dalam mulut anak. Dalam hal ini, perlu diperhatikan pula bahan pewarna atau cat yang terdapat dalam permainan tersebut adalah cat atau pewarna yang aman (non-toxid).
4.      Periode Berjalan
Bagi anak-anak, berjalan merupakan kegiatan yang tidak dapat dibendung oleh siapapun. Jatuh bangunnya anak ketika belajar berjalan membuktikan hal itu. Tetapi, sering kali orang tua kurang kerjaan dengan memberikan berbagai macam latihan agar anaknya cepat berjalan.
Menurut Montessori, anak tanpa dibantu berjalan pun akan berlatih dengan sendirinya. Bahkan, ketika ia jatuh maka orang tua tidak perlu membantunya untuk bangun, sebab hal itu sama halnya dengan merampas hak anak untuk berlatih berdiri. Orang tua hanya boleh membangunkan anak untuk berjalan ketika ia benar-benar sakit dan tidak bisa bangun lagi.
Pilihan jenis permainan yang tepat untuk kepekaan berjalan adalah permainan berbasis kegiatan. Sebab, permainan ini banyak menekankan pada perkembangan motorik kasar.

5.      Periode Bahasa
Periode kepekaan bahasa adalah masa ketika anak sedang haus akan hasratnya menyerap kata-kata dan gramatika. Pada masa ini, anak-anak sangat cepat dan begitu mudah dalam memahami maksud dari kata atau bahasa.
Pemilihan jenis permainan yang tepat pada masa kepekaan bahasa ini adalah memberikan kata-kata terstruktur yang jelas dan lugas sehingga mudah dipahami dan ditirukan anak. Misalnya, ketika anak sedang bermain balok silinder. Maka, saat anak sedang memegang balok silinder tersebut, orang tua atau guru menyebutkan namanya, “Ini balok silinder – dimasukkan – ke dalam lubang – yang sesuai.
B.     Aman
Aman dalam artian tidak membahayakan fisik maupun psikis anak. Contohnya banyak mainan yang dibuat tanpa memperhatikan cat pewarna. Sebaliknya, sebelum anda membeli jenis permainan tertentu, pilihlah permainan yang telah ada jaminan keamanan dari dinas kesehatan.
Faktor aman dalam permainan anak mencakup dua hal, yakni aman secara bendawi dan aman secara hakiki. Aman secara bendawi adalah factor keamanan seperti tidak melukai, tidak meracuni, tidak mencemari, dan lain sebagainya. Sedangkan aman secara hakiki adalah sumber bahan mainan itu sendiri, seprti dibuat dari bahan yang baik dan halal (bukan dari benda najis dan kotor), dibeli dengan harta yang halal dan baik, serta diberikan dengan kasih sayang yang mendalam dari orant tuanya. Berikut ini adalah beberapa contoh permainan yang memberikan rasa aman kepada anak, baik secara bendawi maupun aman secara hakiki, yaitu:
Ø  papan pasak
Ø  tangga silinder
Ø  tangga kubus
Ø  papan pengenal warna
Ø  puzzle, dan lain sebagainya.

C.     Menyenangkan
Tidak semua alat permainan yang menyenangkan dapat diberikan pada anak. Sebab, bisa jadi permainan tersebut justru merusak aspek tertentu dalam diri anak, contohnya kartu naruto dan smack down.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Britton pada sekolah Montessori, Italia, hamper semua anak mengatakan tidak mau sekolah atau belajar, meskipun hal itu dipandang oleh orang tua sangat penting (Britton, 1992). Dalam keadaan yang demikian, tidak ada pilihan lain bagi guru dan orang tua kecuali mengemas berbagai pelajaran dalam berbagai bentuk permainan yang menyenangkan.
Pemilihan permainan yang menyenangkan tersebut tidak bisa dilepaskan dari masa peka yang mereka lewati. Guru dan orang tua dapat memilih jenis permainan yang menyenagkan dengan mudah seperti, boneka, mobil-mobilan, puzzle, balok kubus, balok geometric, permainan air, dan lain sebagainya.

D.    Mencerdaskan Aspek Tertentu
Pada tahapan ini, pemilihan alat permainan tidak sebatas kesesuaian dengan masa peka anak, aman dan menyenangkan, tetapi harus mencerdaskan. berikut ini adalah beberapa kriteria alat permainan edukatif yang mampu meningkatkan semblan zona kecerdasan ala Gardner tersebut:

Ø  Mengembangkan Aspek Emosi
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, emosi diartikan sebagai luapan perasaan yang berkembang atas surut dalam waktu yang singkat. Sedangkan menurut sebagian ahli atau pakar psikologi perkembangan (yang dalam hal ini diwakili oleh Lawrence E. Shapiro) mendefinisikan emosi sebagai kondisi kejiwaan manusia Lawrence E. Shapiro, 2003). Karena sifatnya psikis atau kejiwaan, maka emosi hanya dapat dikaji melalui letupan-letupan atau ekspresi gerak verbal tubuh saja, seperti kondisi sedih, gembira, gelisah, benci dan lain sebagainya. Tetapi, kondisi masing-masing emosi anak berbeda-beda. Oleh karena itu, memberikan permainan kepada anak pun juga berbeda-beda.
Menurut Hawari sebagaimana dikutip oleh Mahmudi, emosi anak bisa berbeda-beda karena dipengaruhi oleh sikap, cara dan kepribadian orang tua dalam memelihara, mengasuh, dan mendidik anaknya (Mahmudi, 2004). Dalam perspektif lain, perbedaan tersebut lebih dikarenakan factor genetis, lingkungan, dan diasuh oleh orang tua yang berlatar belakang pendidikan atau ilmu yang berbeda.
Gejala emosional pertama yang muncul adalah keterangsangan yang umum terhadap stimulus atau rangsangan yang kuat (Hurlock, 1978). Secara umum menurut Hurlock, pola perkembangan emosi anak meliputi Sembilan aspek, yaitu :
o   rasa takut, yaitu perasaan yang khas pada anak. Hampir setiap fase usia, seorang anak mengalami ketakutan dengan kadar yang berbeda-beda. Rangsangan yang umumnya menimbulkan rasa takut pada bayi adalah suara yang terlalu keras, binatang menyeramkan, kamar gelap, tempat yang tinggi, dan kesendirian
o   rasa malu, yaitu ketakutan yang ditandai oleh penarikan diri dari hubungan dengan orang lain yang tidak dikenal. Rasa malu ini selalu disebabkan oleh sesama manusia, bukan benda atau binatang dan hal-hal lainnya. Rasa malu baru akan dimiliki bayi yang usianya di atas 6 bulan.
Pada usia ini, bayi telah mengenal orang yang sering dilihat dan orang yang asing sama sekali. Jika bayi tersebut selalu berhubungan dengan orang banyak, rasa malu tersebut akan hilang dengan sendirinya sebab ia tahu  bahwa sering kali orang yang asing baginya bisa menjadi teman bermain yang asyik.
o   rasa khawatir, yaitu khayalan ketakutan atau gelisah tanpa alasan. Rasa khawatir tidak langsung ditimbulkan rangsangan dalam lingkungan, tetapi merupakan produk pikiran anak itu sendiri. Perasaan ini timbul karena membayangkan situasi berbahaya yang mungkin akan meningkat. Biasanya, kekhawatiran ini terjadi pada anak di atas usi 3 tahun. Bahkan, semakin besar atau bertambah usianya, rasa khawatir tersebut semakin sering dialami.
o   rasa cemas, yaitu keadaan mental yang tidak enak, berkenaan dengan sakit yang mengancam atau yang dibayangkan. Rasa cemas ditandai dengan kekhawatiran, ketidakenakan, dan prasangka uyang tidak baik serta tidak bisa dihindari oleh seseorang, disertai dengan perasaan tidak berdaya dan pesimis. Ciri-ciri keadaan ini adalah kecemasan yang mengambang. Selanjutnya, perasaan ini akan berkembang menjadi ketakutan yang tersamarkan. Reaksi yang ditimbulkan adalah murung, gugup, mudah tersinggung, cepat marah, dan sikap-sikap over sensitive lainnya.
o   rasa marah, yakni sikap penolakan yang  kuat terhadap apa yang ia tidak sukai. Dalam pandangan anak, ekspresi kemarahan merupakan jalan yang paling cepat untuk menarik perhatian orang lain. Umumnya, situasi yang menimbulkan kemarahan meliputi berbagai macam batasan, rintangan yang menghalangi gerak anak, rintangan terhadap keinginan, rencana dan niat yang ingin dilakukan, dan sejumlah kejengkelan lain yang terus menumpuk.
o   rasa cemburu, yaitu perasaan ketika anak kehilangan kasih sayang, seperti terbaginya kasih sayang ibu kepada saudaranya, ayahnya kepada orang lain, dan lain sebagainya. Reaksi anak-anak yang dibakar rasa cemburu sangat sulit ditebak. Terkadang, ia melawan orang lain, tetapi terkadang iaberlembut hati untuk menarik simpati orang yang ia cemburui. Umumnya, kecemburuan di kalangan anak-anak menunjukkan perasaan tidak aman dan keragu-raguan. Perilaku cemburu menunjukkkan bahwa anak-anak berusaha membenarkan atau membuktikan diri mereka tidak mempunyai saingan.
o   rasa dukacita, yaitu suatu kesengsaraan emosional (trauma psikis) yang disebabkan oleh hilangnya sesuatu yang dicintai. Dalam bentuknya yang lebih ringan, perasaan emosional ini dikenal dengan sedih atau susah. Reaksi anak ketika dukacita adalah menangis atau situasi tekanan seperti sukar tidur, hilangnya selera makan, hilangnya nikmat terhadap hal-hal yang ada di depannya, dan lain sebagainya.
o   rasa ingin tahu, Setiap anak mempunyai naluri ingin tahu yang sangat tinggi. Mereka menaruh minat terhadap segala sesuatu di lingkungan mereka, termasuk diri mereka sendiri. Semaikin luas lingkungan anak-anak, semaikin luas pula mereka mempunyai rasa ingin tahu. Sebab, setiap ada hal yang baru, mereka selalu ingin tahu. Reaksi rasa ingin tahu ini biasnya diekspresikan dengan membuka mulut, menengadahkan kepala, dan mengerutkan dahi.
o   kegembiraan atau kesenangan, merupakan emosi keriangan atau rasa bahagia. Di kalangan bayi, emosi kegembiraan ini berasal dari fisik yang sehat, situasi yang ganjil, permainan yang mengasyikkan, dan lain-lain. Reaksi yang diekspresikan anak-anak ketika senang dan gembira adalah tersenyum atau tertawa, mengoceh, merangkak, berdiri, berjalan, dan berlari.
Adapun mengenai bentuk-bentuk pengendalian emosi atau kemandirian yaitu:
a.       kemandirian, seperti mandi sendiri, berpakaian sendiri, bersepetu sendiri, dan merawat mainannya sendiri.
b.      kebiasaan menghargai orang lain, mainan orang lain, dan pendapat orang lain.
c.       kemampuan mengambil atau memilih tugas
d.      kemampuan bekerja sama
e.       kemampuan mendengarkan orang lain, dan
f.       kemampuan membawakan diri

Ø  Mengembangkan Motorik Kasar
Gerak motorik kasar adalah gerak anggota badan secara kasar atau keras. Menurut Laura E. Berk, semakin anak menjadi dewasa dan kuat tubuhnya atau besar, maka gaya geraknya sudah berbeda pula. Hal ini mengakibatkan tumbuh kembangnya otot yang semakin membesar dan menguat. Dengan membesar dan menguatnya otot-otot badan tersebut, maka keterampilan baru selalu bermunculan dan semakin bertambah kompleks (E. Berk, 2006).
Berbeda dengan E. Berk, Hurlock yang berpandangan bahwa pada usia 1-2 tahun, atau sebelum anak bisa berlari kecil-kecil, melompat, dan meloncat, ia telah mampu duduk, berdiri dengan merambat, berdiri dengan satu kaki, bahkan pada usia itu anak telah mampu naik dan turun tangga (Hurlock, 1998)
Adapun alat permainan edukatif yang dapat dipilih untuk perkembangan motorik kasar, diantaranya sebagai berikut:
§  Kantong biji untuk dilempar, ditangkap, dan diletakkan di kepala sambil berjalan
§  Sampai untuk bermain lompat-lompat
§  Titian, untuk meniti sambil melihat lurus ke depan
§  Bola besar dan kecil untuk berlatih menendang, melempar dan menangkap

Ø  Mengembangkan Motorik Halus
Menurut Laura E. Berk,gerak motorik halus adalah meningkatnya pengkoordinasian gerak tubuh yang melibatkan kelompok otot dan saraf kecil lainnya (E. Berk, 2006). Sedangkan menurut Janet W. Lerner, gerak motorik halus merupakan keterampilan menggunakan media dengan koordinasi antara mata dan tangan (Lerner, 1981).
Laura E. Berk memahami bahwa gerak motorik halus merupakan dari gerak motorik kasar. Ia menyatakan bahwa pada usia prasekolah, telah terjadi perubahan besar (giant) pada gerak motorik anak. Contohnya, gerakan tangan dan jari yang meningkat dan gerakan mengikuti atau meniru. Tetapi, bagi orang tua kemajuan motorik ini dinilai terlalu melelahkan. Padahal, ketika kelelahan anak sering makan dengan tangan atau jari-jarinya.
E. Berk menyatakan “orang tua harus bersabar terhadap ketangkasan ini: ketika anak mulai bosan dan terburu-buru, anak sering makan dengan tangannya. Dengan kata lain, E. Berk menyarankan agar orang tua harus sabar untuk menghindarkan anak-anak makan dengan tangan atau jari-jari. Sebab, E. Berk memandang bahwa makan dengan tangan merupakan etika yang tidak baik. E. Berk menandaskan bahwa ketika anak mulai berusia 3 tahun, ia sudah mulai bisa mengenakan baju sendiri, bahkan mampu memakai dan melepas sepatunya sendiri. Keterampilan inilah yang disebut E. Berk sebagai self-help skill (keterampilan menolong diri sendiri). Keterampilan menolong diri sendiri ini akan mencapai puncak kesempurnaannya pada usia 6 tahun.
Adapun alat-alat permainan yang bisa dipilih untuk mengembangkan gerak motorik halus adalah sebagai berikut:
*      Kertas untuk diremas, dirobek, atau dipotong-potong
*      Gabus untuk dibentuk menjadi huruf atau benda tiruan lain
*      Lilin untuk dibentuk
*      Papan tulis, kapur/spidol, dan pensil gambar untuk mencoret-coret atau melatih membuat garis
*      Buku gambar untuk menggambar
*      Gunting, untuk menggunting kertas sesuai aturan dan merangkainya kemabali
*      Benda-benda berbentuk geometri

Ø  Menguatkan Daya Ingat
Dr. Haryanto menyatakan bahwa kiat untuk menguatkan daya ingat adalah dengan dongeng atau cerita. Dalam perspektif pendidikan Islam, dongeng atau cerita tersebut mirip dengan metode kisah dalam Al-Qur’an. Oleh karena itu, untuk meningkatkan daya ingat anak, bisa dipilihkan kisah-kisah yang islami.
Tetapi, tidak semua kisah atau cerita mampu menjadi stimulasi imajinasi positif anak sehingga secara otomatis daya ingatnya juga meningkat. Menurut Nurwadjah Ahmad E.Q dalam bukunya Tafsir Ayat-ayat Pendidikan, 2007 mengatakan bahwa hanya cerita atau kisah yang mengandung unsur-unsur edukatiflah yang dapat meningkatkan imajinasi dan daya ingat anak.  
Unsur-unsur edukatif tersebut adalah sebagai berikut:
1.   Adanya subjek atau tokoh dalam kisah, sebagi contoh adalah kisah para nabi
2.   Kisah atau cerita harus mengandung unsur waktu dan latar belakang kisah. Hal ini hampir mirip dengan turunnya sebuah ayat yang didahului oleh sebab-sebab tertentu
3.   Kisah mengandung unsur tujuan penggambaran suatu keadaan terutama tujuan-tujuan keagamaan
4.   Kisah mengandung unsur pengulangan. Bentuk pengulangan tidak harus sama  untuk selamanya, tetapi berupa tahapan demi tahapan. Pengulangan atau tahapan tersebut biasanya telah disesuaikan dengan kronologis sebuah peristiwa atau disesuaikan dengan titik tekan tujuan sebuah kisah
5.   Kisah harus mengandung unsur dialektika. Kisah-kisah qur’ani sering kali ditampilkan dalam ragam percakapan yang diungkapkan dalam lafal “qaala” dalam berbagai   macam bentuknya.
Cerita-cerita rakyat yang positif juga bisa diberikan kepada anak, seperti cerita Malin Kundang, Ramayana, Mahabharata, Trunojoyo dan lain sebagainya. Mengenai cerita atau dongeng yang sekiranya berbau mitos atau mistik yang sifatnya percaya-tidak percaya, sebaiknya tidak perlu diceritakan kepada anak. Dongeng yang demikian dapat merusak imajinasi positif anak seperti dongeng Nyai Rara Kidul, Buto Ijo, Siluman Naga dan lain sebagainya.
Alat permainan berupa benda-benda yang dapat meningkatkan daya ingat anak adalah boneka, topeng, gambar wajah seseorang, bentuk huruf, film atau gambar hidup, benda berwarna-warni dan lain sebagainya.

Ø  Mempertajam Pendengaran
Ketajaman mendengar adalah kemampuan anak untuk menangkap suara dan merekamnya dalam memori, kemudian mampu ditirukan dalam bahasa lisan, dan selanjutnya mampu dituangkan dalam tulisan. Kemampuan ini dikenal sebagai gaya belajar auditorial. Gaya belajar auditorial adalah gaya belajar dengan mengandalkan kemampuan mendengar (Adi Gunawan, 2003).
Sebenarnya, masih ada dua gaya belajar lagi yang dikenal secara umum, yaitu gaya belajar visual dan kinesthetic. Gaya belajar visual adalah gaya belajar yang mengandalkan penglihatan, sedangkan gaya belajar kinesthetic mengandalkan kemampuan gerak.
Ketajaman pendengaran mampu mengasah kecerdasan musikal hingga menjadi stimulus yang sangat kuat untuk menciptakan komposisi nada sebuah musik. Demikian seterusnya, sehingga fungsi pendengaran tidak sekedar membentuk pola atau gaya belajar anak, tetapi mampu menstimuais imajinasi dan kreativitas.
Beberapa jenis permainan yang dapat dipilih untuk meningkatkan daya dengar seperti, kertas kasar, alat-alat musik, puzzle, dan benda-benda lain yang dapat menghasilkan bunyi.
Ø  Meningkatkan Pola Pikir dan Sikap Kompetitif
Permainan ini penting untuk mengajarkan kepada anak supaya mampu mengaitkan pengetahuan yang satu dengan pengetahuan yang lain. Dalam bahasa sederhana, permainan ini mengajarkan anak untuk memahami hukum sebab-akibat.  Dengan pola pikir kausalitik yang demikian, dalam diri anak akan muncul jiwa sportif. Oleh karena itu, kebanyakan permainan yang dapat mengembangkan pola pikir anak adalah permainan sejenis kompetitif. Dari permainan ini, anak akan berani bertanggung jawab atas kekalahan maupun kemenangannya dalam bermain.
Alat permainan edukatif yang mempunyai criteria ini adalah balok susun, menara kubus, mozaik, keeping-keping kayu, dan benda-benda lain yang serupa. Semakin sering anak-anak terlatih dengan berbagai permainan yang menantang, dan sesering mungkin ia diikutsertakan  dalam sebuah perlombaan permainan, semakin berkembang pula pola pikirnya, dan dengan demikian semakin tinggi pula jiwa sportif-kompetitif nya.
Oleh karena itu, membiasakan kompetisi sehat dalam bermain pada anak sangat dibutuhkan untuk menumbuhkan pola pikir dan jiwa sportif tersebut. Kebiasaan kompetisi inilah yang nantinya akan membentuk karakter luwes dalam bergaul, baik kalah maupun menang. Jika kalah, tidak putus asa dan rendah diri, apalagi mengumpat dan memfitnah teman yang mengalahkannya; tetapi jika menang juga tidak sombong dan menyakitkan perasaan teman yang dikalahkan tersebut.

BAB IV
MEMBUAT ALAT PERMAINAN EDUKATIF SENDIRI
ALAM BEBAS sebagai SUMBER BELAJAR ALTERNATIF
dan KEKAYAAN KREATIVITAS yang TIDAK TERBATAS”

Membuat alat permainan edukatif secara mandiri diperlukan karena:
Pertama, keterbatasan dana untuk membeli alat permainan edukatif secara memadai.
Kedua, di sekeliling kita sesungguhnya banyak bahan-bahan atau benda-benda berserakan yang dapat digunakan untuk membuat alat permainan edukatif.
Berikut ini merupakan langkah teknis membuat alat permainan edukatif menggunakan bahan di lingkungan sekitar maupun bahan dari alam bebas.

A.    Minimnya Dana Pengadaan Alat Permainan Edukatif
Alat permainan edukatif tidak harus membeli, apalagi dengan harga yang mahal. Alat permainan edukatif bisa dibuat dari bahan yang berserakan dan “tak berguna” di sekeliling kita. Bahkan, cara pembuatannya pun sering kali tanpa kesulitan yang berarti. Justru, dengan proses pembuatan alat bermain secara mandiri, daya kreativitas dapat meningkat secara otomatis.
Atas dasar inilah perlu dikembangkan kreativitas untuk membuat alat permainan edukatif sendiri dengan memanfaatkan barang-barang tidak terpakai di lingkungan sekitar. Bahkan, pembuatan alat permainan edukatif bisa memanfaatkan kekayaan alam bebas secara lebih luas. Dari kekayaan alam inilah jenis-jenis permainan edukatif dapat diciptakan dengan gaya yang khas, yakni berciri khas alam bebas. Alat-alat permainan ini tidak akan ditemui di pasar bebas, karena sifat kebaruannya yang sangat pendek. Artinya, alat-alat permainan edukatif berciri khas alam bebas sangat sulit diawetkan sehingga tidak dipasarkan. Contohnya, permainan daun, apotek hidup, palawija, dan lain sebagainya. Seandainya ada beberapa jenis permainan edukatif dari alam bebas yang dapat diawetkan, maka ciri khasnya sebagi permainan “alam bebas” kurang mengena.
B.     Alam Bebas sebagai Sumber Belajar Alternatif dan Kekayaan Kreativitas yang Tidak Terbatas
Kelebihan alam bebas sebagai sumber belajar adalah keleluasaan gerak anak, sehingga anak bisa berakrobat dan berlalu lalang secara leluasa. Iklim kebebasan inilah yang menjadi motivasi anak sehingga mereka mampu memerankan dirinya sebagai “pembelajar alami” maka anak tidak memerlukan alat-alat edukatif buatan pabrik. Anak-anak cukup dengan menggunakan peralatan sederhana yang ada di alam guna bermain. Sekadar contoh, ketika anak menyebrangi sungai kecil, mereka cukup membentangkan sebilah kayu atau bambu di atasnya, dan anak-anak pun dengan keseimbangan tubuh yang sempurna mampu melintasi jembatan kecil tersebut dengan selamat. 
Berikut ini akan dikemukakan contoh penggunaan atau pembuatan masing-masing bahan di atas menjadi sebuah alat permainan edukatif:
ü  Kayu
Di samping sebagai bahan baku bangunan, juga bisa dimanfaatkan sebagai bahan untuk membuat alat permainan edukatif ; bahkan kayu bisa menjadi bahan terbaik untuk jenis-jenis permainan edukatif tertentu, seperti balok, pasak, puzzle, dan lain sebagainya. Tetapi, tidak sembarang kayu yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan alat permainan edukatif. Hanya kayu yang berserat halus, keras dan ringanlah yang cocok untuk digunakan. Serat kayu yang halus menjadikan tangan anak nyaman ketika memegangnya, sifat keras kayu menjadikan alat permainan edukatif yang dihasilkan tidak mudah rusak atau remuk, dan sifat ringan kayu (ketika sudah kering), selain tidak mudah kena jamur juga nyaman dipegang anak.
ü  Gabus atau Busa
Beberapa toko alat tulis ada yang sengaja menjual gabus secara khusus. Biasanya, gabus yang dijual telah dikemas dalam bentuk lembaran-lembaran standar (120x60 cm) dengan ketebalan yang sangat bervariasi, mulai dari 1,2,3 hingga 8 cm. Sifat lunak gabus dengan berbagai ukuran tersebut memungkinkan untuk mengolahnya menjadi berbagai macam alat permainan edukatif. Contohnya dadu gabus, balok bilangan, huruf, balok bongkar-bangun, dan lain sebagainya.
ü  Kain Perca
Kain perca adalah potongan-potongan kain yang tidak terpakai lagi. Biasanya, setiap penjahit mempunyai banyak “sampah” kain perca ini. Jika sampah tersebut telah menggunung, terkadang mereka menjual kepada para pengrajin. Umumnya, para pengrajin kain perca tersebut mengolahnya menjadi barang-barang tepat guna, seperti alas lantai (keset) dan yang sejenisnya.
Kita dapat memperoleh bahan ini di tempat yang sama. Tetapi, bukan untuk membuat barang tepat guna, melainkan membuat alat permainan edukatif. Adapun bentuk alat permainan edukatif yang bisa dihasilkan dari kain perca adalah boneka atau main-mainan lain yang sejenis.
ü  Kardus
Adalah bahan yang paling mudah ditemukan. Kita bisa membuat lebih banyak alat permainan edukatif dari bahan dasar ini. Bentuk dan ukuran kardus pun sangat bervariasi sehingga kita lebih leluasa mengolahnya. Berbagai bentuk permainan edukatif yang dapat dihasilkan dari bahan ini adalah balok kubus, papan diaroma, puzzle, dan lain sebagainya.
ü  Bambu
Dalam membuat alat permainan edukatif dari bambu hal terpenting yang harus diperhatikan adalah kebersihan dari gelugut  atau bulu bambu. Setiap jenis bambu pasti pasti mempunyai bulu atau gelugut. Sifatnya sangat gatal jika mengenai kulit, terlebih lagi kulit anak-anak. Bahkan, cara menghilangkannya pun sangat sulit. Oleh karena itu, pastikan bahwa sebelum bamboo diolah telah steril dari bulu bambu atau gelugut.
ü  Pelepah Dedaunan
Banyak sekali pelepah dedaunan yang bisa digunakan untuk membuat alat permainan edukatif . Ia tidak bisa tahan lama seperti kayu, kardus dan bambu karena sifat pelepah yang masih basah adalah cepat membusuk. Jika pelepah telah membusuk, harus segera dibuang karena rawan dengan tumbuhnya jamur beracun. Demikian pula dengan pelepah dedaunan yang telah mengering, karena seratnya tajam sehingga mudah melukai tangan. Dengan demikian, hanya pelepah dedaunan yang masih segar saja yang efektif untuk dijadikan alat permainan edukatif. Beberapa pelepah dedaunan yang dapat diolah menjadi alat permainan edukatif adalah pelepah daun pisang, pelepah daun pinang, pelepah daun kelapa, pelepah daun papaya, dan pelepah daun singkong.
ü  Daun Pisang
Daun pisang bisa digunakan untuk bahan pewarna hitam dengan cara membakarnya, kemudian abunya diambil dan dijadikan pewarna hitam. Kelebihan abu dari daun pisang adalah lebih hitam daripada abu dari benda lainnya. Di samping itu, daun pisang juga bisa digunakan untuk membuat anyam-anyaman. Caranya, daun pisang yang masih basah, dikukus sampai warnanya merah kecoklat-coklatan, sehingga lentur dan tidak mudah robek. Kemudian, daun pisang disobek-sobek searah serat daun selebar satu cm. Sobekan daun pisang bisa dianyam layaknya menganyam anyaman bambu.
Di samping dapat digunakan untuk membuat bahan pewarna dan anyam-anyaman, daun pisang juga bisa digunakan untuk membuat kertas-kertasan.  Artinya, daun pisang bisa digunakan untuk media menulis surat. Penanya bukan  pensil, tetapi ranting yang dipotong meruncing atau batang bulu ayam.

ü  Kertas Karton
Banyak sekali alat permainan edukatif yang dapat dihasilkan dari bahan jenis ini, diantaranya adalah gitar karton, kartu-kartuan, kubus dan lain sebagainya. Contohnya, kertas karton bungkus sepatu dapat dibuat menjadi gitar mainan. Caranya, salah satu sisi kotak sepatu dilubangi seperti lubang gitar, kemudian dipasang tali dari karet atau ban denagn ketebalan bebeda. Bunyi yang dihasilkan dari alat permainan ini pun cukup membuat anak-anak senang belajar nada.

C.     Bermain di Alam Bebas
ü  Bermain Apotek Hidup
Bermain apotek hidup adalah jenis permainan edukatif yang menggunakan bahan dari berbagai tanaman obat-obatan. Beberapa jenis tanaman obat tersebut adalah jahe, lengkuas, sirih, kunyit, dan kencur.
Tujuan permainan ini adalah:
-       Mengenalkan berbagai tanaman obat kepada anak
-       Mengembangkan seluruh panca indera, terutama indra penciuman
-       Menanamkan sifat senang menanam dan menyayangi tanaman
-       Meningkatkan logika dengan mempertajam kemampuan membedakan
-       Meningkatkan kemampuan bahasa anak
Alat dan bahan permainan yaitu:
-          Pisau
-          Lima botol bekas salep yang telah dibersihkan
-          Lima gelang karet
-          Lima lembar kain tipis berukuran 6x6 cm
Cara melakukan permainan:
-          Ajaklah anak-anak menuju kebun apotek hidup yang mempunyai koleksi tanaman obat lengkap. Jika tidak memungkinkan, bisa membeli berbagai bahan tersebut secara utuh.
-          Setelah anak-anak sampai di kebun apotek hidup, perkenalkan mereka nama-nama tanaman apotek hidup satu persatu hingga selesai. Mintalah anak-anak menyentuh dan mencium bau daun tanaman tersebut seraya mengamati bentuk batangnya satu persatu.
-          Cabutlah masing-masing tanaman obat dan tunjukkan akarnya kepada anak-anak. Jika tanaman obat terlalu sedikit sehingga sayang jika dicabut, maka cukup dengan menunjukkan masing-masing akar masing-masing tanaman obat.
-          Bersihkan semua akar tanaman obat dan potonglah masing-masing sebesar 1 cm² dan masukkan semua potongan isi tanaman ke dalam lima botol bekas salep gosok yang telah dibersihkan.
-          Tutuplah kelima botol salep tersebut dengan kain dan rapatkan dengan gelang karet dan letakkan kelima botol salep yang telah berisi tanaman obat secara lengkap tersebut di atas meja secara acak.
-          Mintalah anak-anak untuk mencium bau tanaman yang ada di dalam botol salep gosok yang telah tertutup kain tersebut. Setelah itu, mintalah anak-anak menyebutkan (menebak) tanaman apa yang baru saja dicium tersebut. Dan mintalah ia menunjukkan tanaman secara nyata supaya anak tidak keliru mengenali daun dan batang tanaman obat yang baru saja disebutkannya.
-          Jika anak berhasil melakukan permainan ini dengan baik, maka anak tersebut bisa dianggap berhasil dalam bermain dan mampu mengembangkan indra penciuman dan penglihatan secara maksimal.
Makna filosofis dari permainan ini adalah bahwa sehat dan sakit merupakan “pasangan” yang tak dapat dihindari, sebagaimana pasangan panas dan dingin yang juga tak bisa ditolak. Tidak ada orang yang berharap dirinya sakit, tetapi juga tidak bisa menolak sakit. Menjaga kesehatan agar tidak sakit itu yang bisa dilakukan seseorang. Kendati sudah dijaga, sakit tetap saja bisa menyerang. Jika seseorang terkena sakit, maka harus berobat. Jika sehat, maka harus bersyukur kepada Tuhan. Makna filosofis ini harus disampaikan kepada anak-anak setelah selesai melakukan permainan.
o   Bermain Tanaman Palawija
Bermain tanaman palawija adalah jenis permainan khas alam bebas yang bahan bakunya dari berbagai tanaman palawija, seperti jagung, kacang hijau, kacang panjang, kedelai, singkong, dan lain sebagainya.
Adapun tanaman palawija yang dipilih untuk dijadikan contoh adalah jagung dan kacang hijau.
1. Bermain Petasan Jagung
Adalah jenis permainan yang menggunakan jagung sebagai bahan bakunya. Inti dari permainan ini adalah membuat jagung agar berbunyi mirip seperti petasan. Untuk membuat jagung berbunyi, salah satu caranya adalah digoreng. Maka, permainan ini juga bisa disebut dengan “petasan jagung goreng”.
Tujuan permainan ini adalah:
-          Mengembangkan logika (menalar bagaimana jagung dapat berbunyi)
-          Memperkenalkan dan membedakan jagung biasa dan jagung khusus
-          Mengembangkan seluruh panca indera (penglihatan, pengecap, peraba, perasa, dan pendengaran)
-          Menghargai profesi sebagai petani
Alat dan bahan yaitu:
Kompor atau alat pemanas, mentega (minyak gorengt secukupnya), panic atau wajan (yang ada tutupnya transparan), dan ¼ biji jagung khusus.
Cara melakukan permainan:
-          Masukkan ¼ biji jagung khusus (goreng) dan mentega ke dalam wajan, kemudian ditutup dengan rapat. Usahakan tutup panci yang digunakan terbuat dari bahan transparan, sehingga anak-anak dapat melihat bagaimana biji-biji jagung satu demi satu “meletus” dan berubah warna menjadi putih.
-          Letakkan wajan yang telah berisi mentega dan jagung tersebut di atas api atau kompor yang telah dinyalakan.
-          Tunggu beberapa saat, sampai jagung di dalam wajan tersebut berbunyi “Pletok – pletok…….”. Ketika jagung mengeluarkan bunyi tersebut, ajaklah anak-anak mengamati dengan jarak yang lebih dekat supaya bisa menatap dengan jelas perubahan bentuk dan warna jagung diiringi dengan loncatan dan suara.
-          Tunggu sampai bunyi dalam wajan tersebut mereda dan angkat wajan dari atas kompor, entaskan jagung yang telah matang.
-          Sajikan jagung goreng tersebut di hadapan anak-anak dengan posisi duduk melingkar, kemudian memakannya bersama-sama dengan diawali berdoa sebelum makan.
-          Setelah makan “petasan jagung “, tanyakan kepada anak-anak hal-hal yang berkaitan, seperti bagaimana jika menggorengnya tidak ditutup? Mengapa jagung yang terkena minyak panas dapat meletup dan berubah warna? Bagaimana rasa jagung gorengnya?
Makna filosofis dari permainan ini bahwa Tuhan telah menciptakan berbagai menu makanan yang dibutuhkan manusia. Tetapi, manusia harus mengolahnya terlebih dahulu sebelum memakannya. Dari sini, seoleh-olah Tuhan sangat menghargai semua orang, diantaranya adalah petani yang menanam jagung dan orang lain yang memanfaatkannya. Makna filosofis ini hendaknya disampaikan menjelang akhir permainan.

2.Membuat Kecambah (Taoge)
Membuat taoge adalah merendam biji kacang hijau selama satu malam dan meniriskannya, kemudian ditunggu sampai bertunas kecil atau tumbuh bakal daun dan akarnya. Kacang hijau yang telah berubah menjadi tunas kecil inilah yang disebut toge atau kecambah.
Tujuannya yaitu:
-          Memperkenalkan salah satu biji kacang-kacangan (kacang hijau)
-          Menambah pengetahuan anak tentang pertumbuhan tanaman
-          Mengembangkan logika bertanam
Alat dan Bahan:
Alat yang diperlukan adalah keranjang anyaman kecil, beberapa helai daun pisang kering, dan sebuah ember. Sedangkan bahan yang diperlukan adalah ½ kg kacang hijau dan air secukupnya.
Cara melakukan permainannya adalah:
-          Tuangkan ½ kg biji kacang hijau ke dalam ember ysng berisi air, sehingga biji kacang hijau terendam semuanya. Biarkan biji kacang hijau terendam dalam ember selama satu malam.
-          Siapkan tempat pengentasan, yakni melapisi keranjang anyaman dengan daun pisang kering.
-          Keesokan harinya, tiriskan biji kacang hijau dan pindahkan ke dalam keranjang anyaman yang telah dilapisi daun pisang kering tersebut.
-          Tutuplah kembali keranjang anyaman dengan daun pisang.
-          Biarkan biji kacang hijau tersebut di dalam keranjang anyaman dselama 3 hari, sambil disiram dengan air bersih sebanyak 3 kali dalam sehari.
-          Setelah 3 hari, bongkarlah endapan atau tirisan kacang hijau tersebut, pastikan bahwa kacang hijau telah tumbuh bakal daun dan akarnya.
Makna filosofis permainan ini,  hampir semua mahluk hidup memerlukan air. Termasuk dalam hal ini adalah biji-biji yang tumbuh di musim semi. Dengan cara menyiramkan air di atas permukaan bumi (hujan), Tuhan menumbuhkan biji-bijian sehingga sehingga manusia dan seluruh mahluknya dapat hidup dengan memakan hasil tumbuh-tumbuhan dan biji-bijian tersebut.
 
o   Bermain Sains dari Alam Bebas (Benda Terapung dan Tenggelam)
Bermain benda terapung dan tenggelam adalah jenis permainan berciri khas alam bebas yang mengidentifikasi apakah benda tertentu bersifat terapung atau tenggelam.
Tujuan Permainan:
-          Memperkenalkan sifat-sifat benda kepada anak
-          Mengembangkan logika berpikir
-          Memperkaya kosakata, terutama yang berkaitan dengan bahasa IPA
-          Mengembangkan panca  inderanya secara maksimal
Alat dan Bahan yaitu:
Ember dan kertas bertuliskan “tenggelam” dan “terapung”. Sedangkan bahan yang digunakan adalah segala benda di sekeliling anak dan air jernih.
Cara Permainannya:
-          Mintalah anak-anak untuk mengumpulkan berbagai benda yang tidak terpakai di sekelilingnya, masing-masing satu jenis. Misalnya kerikil, biji-bijian, gabus, batu kapur, potongan kayu, potongan besi atau uang logam, kertas, dedaunan, botol plastic, dan lain sebagainya. Semakin banyak jenis benda yang dikumpulkan anak-anak, semakin baik tingkat keberhasilan permainan ini.
-          Perkenalkan anak-anak dengan konsep “tenggelam” (jika benda dimasukkan ke dalam air akan sampai di dasar ember) dan konsep “terapung”, jika benda dimasukkan ke dalam air tetap di atas permukaan air.
-          Jika anak agak sulit menangkap penjelasan tersebut, berilah contoh benda terapung dan tenggelam dengan cara memasukkan kedua jenis benda tersebut.
-          Jika anak-anak sudah paham, maka mintalah mereka untuk memisahkan semua benda yang dikumpulkannya menjadi dua kelompok, yakini terapung dan tenggelam.
-          Mintalah mereka untuk memasukkan semua benda yang telah dipisahkan tadi ke dalam ember berisi air secara bergantian satu persatu.
-          Mintalah anak mengatakan “tenggelam” atau “terapung” atas benda yang dimasukkan ke dalam ember tersebut. Kemudian, mintalah ia untuk meletakkan benda tersebut sesuai dengan kelompoknya masing-masing (kelompok terapung dan tenggelam).
-          Anak dikatakan berhasil melakukan permainan ini jika ia telah mampu mengidentifikasi berbagai benda bersifat terapung atau tenggelam. Jika belum, maka ulanglah permainan ini sehingga anak mempunyai dasar sains (IPA) yang kuat.
Makna filosofis dari permainan ini bahwa semua benda di ala mini diciptakan Tuhan secara berpasangan, sekaligus “berlawanan”. Contohnya, ada tenggelam dan terapung, ada siang ada malam, ada atas ada bawah dan lain sebagainya. Semuanya bermanfaat untuk manusia, jika dikelola sesuai dengan hukum alam yang berlaku. Hukum alam inilah yang banyak dipelajari dalam ilmu pengetahuan alam (IPA).
      


BAB V
PENGELOLAAN ALAT PERMAINAN EDUKATIF (APE) dan OPTIMALISASI PEMANFAATAN

Pengelolaan alat permainan edukatif yang baik akan membuat anak senang bermain dan betah untuk menyelesaikan berbagai permainannya. Menurut Cherry Clare, lingkungan sekolah mempengaruhi motivasi bermain anak (Clare, 1972). Oleh karena itu, menata atau mengatur alat permainan sedemikian rupa sehingga menarik simpati anak sangat diperlukan. Dengan harapan, anak senang bermain dan belajar di sekolah.
Berikut ini akan diuraikan bagian-bagian penting dari pengelolaan alat permainan edukatif:

A.    Perencanaan
Perencanaan adalah kegiatan atau agenda yang dicanangkan dan akan segera dilaksanakan. Dalam konteks manajemen alat permainan edukatif, supaya menghasilkan perencanaan baik, maka perlu mempertimbangkan hal-hal berikut ini:
1.      Jumlah dan Usia Anak
Ukuran ruang kelas untuk anak-anak antara 20-30 peserta didik diperlukan ruang minimal berukuran 7x8 meter. Untuk mempermudah penyesuaian alat permainan edukatif dengan usia anak, maka dibuatlah kelas-kelas sesuai dengan usia anak. Usia inilah yang menentukan apakah seorang anak masuk kelas TPA (tempat penitipan anak), KB (kelompok bermain), atau TK (taman kanak-kanak). Jadi, kelas-kelas PAUD bukan didasarkan pada tingkat perkembangan atau tingkat kemampuan anak, melainkan berdasar pada tingkat usianya.
Inilah alasannya, mengapa kelas-kelas di TK atau PAUD tidak menggunakan kelas I, II, dan III, melainkan kelas A1, A2, B1, B2 dan lain sebagainya. Hal yang membedakan antara A1 dan A2, tidak lain adalah usia anak. Biasanya, selisih mereka antara 4-6 bulan. Misalnya, jika anak berusia 3 tahun dimasukkan ke dalam TK, maka ia akan masuk pada kelas A1. Tetapi, jika ia telah berusia 3,6 ke atas, ia akan dimasukkan pada kelas A2. Demikan pula dengan anak-anak di kelas TK. Jika anak-anak berusia 4 tahun, maka ia akan dimasukkan pada kelas B1. Tetapi, jika ia telah berusia 5 tahun, ia akan dimasukkan pada kelas B2.
Masing-masing kelas tersebut mempunyai jenis alat permainan edukatif tersendiri yang berbeda dengan kelas-kelas yang lain. Dengan demikian, penyesuaian antara tingkat perkembangan anak dengan alat permainan yang digunakan dapat tercapai.
2.      Sistem Pembiasaan
Sistem pembiasaan perlu dipertimbangkan dalam pembuatan perencanaan. Sistem pembiasaan yang dimaksud adalah pembiasaan anak untuk bermain setiap hari. Kebiasaan ini menuntut jenis permainan yang awet dan tahan lama sehingga walaupun dipakai setiap hari tetap dalam keadaan baik. Oleh karena itu, ketika mengadakan (membeli) alat permainan edukatif, jangan hanya mempertimbangkan dana atau uang semata. Tetapi, kualitas alat permainan harus diutamakan.
Memang, kondisi keuangan TK selalu menjadi alasan klasik keterbatasan alat permainan edukatif. Tetapi, hal itu bisa diatasi dengan menyiasati jumlah alat permainan edukatif secara merata. Dengan kata lain, lebih baik menyediakan alat permainan edukatif terbatas dalam jumlah yang lengkap, daripada mengadakan alat permainan edukatif dalam jumlah yang banyak tetapi hanya satu macam. Contohnya, jika jumlah anak-anak TK adalah dua puluh peserta didik, sehingga diperlukan dua puluh balok susun, misalnya, maka lebih baik menyediakan lima balok, lima pasak, lima puzzle, dan lima geometri daripada dua puluh balok susun semata.
3.      Keuangan
Pengalokasian dana untuk pengadaan alat permainan edukatif merupakan kewajiban yang tak boleh diabaikan. Pengalokasian dana untuk pengadaan alat permainan edukatif tersebut hendaknya disesuaikan dengan kemampuan sekolah.
Dengan mempertimbangkan faktor keuangan sekolah, hasil perencanaan dapat lebih matang. Sehingga, walaupun alat permainannya sedikit (dengan pola giliran secara atau berurutan dengan baik) bisa mencukupi kebutuhan bermain anak dan sesuai dengan tingkat perkembangan mereka.
4.      Pola Tata Ruang
Tata ruang kelas yang satu dengan lainnya harus berbeda-beda, atau jika memungkinkan bisa diubah sesuai dengan kesenangan anak, di samping pola ruang atau kelas juga harus diperhatikan pola atau susunan berbagai perabotan ruangan seperti meja, kursi, rak, lemari, aksesori, dan lain-lain harus dibuat semenarik mungkin. Sekadar contoh, meja dan kursi untuk anak harus dibuat dari kayu yang keras, tetapi ringan dan dicat dengan berwarna kontras yang terbuat dari zat pewarna non-toxid. Hal ini dimaksudkan agar anak-anak dapat menggeser dan memindah-mindahkan tempat duduknya sesuai dengan kemauan mereka. Rak-rak tempat menyimpan berbagai alat permainan edukatif juga harus dibuat pendek sehingga anak dapat mengambil dan mengembalikan alat permainan edukatif yang disukainya dengan leluasa.

B.       Pengadaan
Tinggi rendahnya biaya untuk pengadaan alat permainan edukatif tidak bisa menjadi ukuran dalam menentukan efektif atau tidaknya sebuah alat permainan diadakan. Efektivitas alat permainan edukatif lebih ditentukan oleh tingkat pencapaian perkembangan aspek-aspek tertentu pada anak melalui kegiatan bermain.
Berikut ini adalah daftar beberapa jenis alat permainan edukatif sehingga kedua kelompok tersebut:
1.      Alat permainan edukatif di dalam ruangan (aula), yaitu:
-          Beraneka ragam balok yang berukuran besar maupun kecil dan terbuat dari berbagai macam dan terbuat dari berbagai macam bahan, seperti kayu, gabus, kain, kardus, dan lain sebagainya.
-          Balok dan gelang susun dengan berbagai ukuran, mulai dari yang paling besar hingga yang paling kecil.
-          Berbagai macam keping kayu dengan warna beragam dan bermacam-macam bentuk.
-          Berbagai macam mozaik yang beraneka warna yang terbuat dari berbagai bahan, seperti kayu, kardus, kertas karton, dan lain sebagainya.
-          Papan pasak dengan beragam jumlah, lubang, dan pasaknya.
-          Benda-benda geometri untuk belajar matematika, seperti kerucut, limas, kubus, silinder tiga dimensi, dan papan hitung.
-          Gambar bertemakan profesi seseorang. Gambar ini mencakup foto seorang polisi, petani, dokter, pilot, guru, karyawan, perusahaan, tukang bangunan, presiden, menteri, jenderal, dan lain sebagainya.
-          Gambar bertemakan alat musik. Gambar ini mencakup gitar, perkusi, gamelan, organ, piano, seruling, gendang, kecapi, rebab, dan lain sebagainya.
-          Gambar bertemakan perabotan rumah tangga. Gambar ini mencakup lemari, sofa, dipan, meja, kompor, alat-alat memasak, dan lain sebagainya.

1 komentar:

  1. In this fashion my pal Wesley Virgin's tale starts in this SHOCKING AND CONTROVERSIAL VIDEO.

    As a matter of fact, Wesley was in the army-and shortly after leaving-he found hidden, "mind control" secrets that the government and others used to obtain everything they want.

    These are the same methods lots of famous people (especially those who "come out of nothing") and the greatest business people used to become wealthy and successful.

    You've heard that you only use 10% of your brain.

    Really, that's because the majority of your BRAINPOWER is UNTAPPED.

    Perhaps this thought has even occurred INSIDE OF YOUR own head... as it did in my good friend Wesley Virgin's head seven years back, while driving an unregistered, garbage bucket of a car with a suspended license and on his debit card.

    "I'm very fed up with going through life payroll to payroll! When will I get my big break?"

    You've been a part of those those types of questions, right?

    Your very own success story is waiting to happen. You need to start believing in YOURSELF.

    Take Action Now!

    BalasHapus